Detik.com – Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengatakan, rencana merevisi UU Terorisme harus tetap jalan. Ditegaskan Pramono, ancaman terorisme masih tinggi.
Lalu, apakah kasus meninggalnya Siyono pasca ditangkap Densus 88 akan mempengaruhi rencana revisi UU Terorisme?
“Persoalan kasuistik itu jangan sampai membatasi ruang bagi kita melakukan revisi UU terorisme. Ancaman itu ada di depan mata,” ujar Pramono Anung di kantornya, Gedung III Sekretariat Negara, Jl Veteran, Jakarta Pusat, Rabu (6/4/2016).
Pramono mengatakan, pihak keamanan bertindak cepat dalam menangani aksi terorisme yang terjadi di kawasan Sarinah pada Januari lalu. Ini membuat perhatian dari kelompok teroris di Indonesia jadi melemah. “Tapi tidak bisa dinafikan, ketika Densus 88 dan polisi telah menyusur jaringan sampai tertangkap puluhan, itu membuktikan jaringan itu cukup kuat di republik ini,” kata Pramono.
Terkait kasus meninggalnya Siyono, Pramono mengatakan hal itu terpulang kepada pihak kepolisian untuk menyelesaikannya. “Persoalan yang terjadi di Jawa Tengah, ada kesalahan prosedur dan sebagainya, tentunya internal kepolisian dan Densus yang diminta menyelesaikan itu,” kata Pramono.
Dikatakan Pramono, revisi UU Terorisme diperlukan supaya ada payung hukum yang jelas dalam penanganan tindak pidana terorisme. “Nah, bagaimana persoalan ke depan? Pemerintah dengan jujur menyampaikan bahwa kita memerlukan UU itu supaya ada payung hukum dan ada tindakan yang bisa melindungi,” kata Pramono.
“Sebab, kalau tidak, jangan kita menyesal seperti yang terjadi di Belgia, di Turki, di Pakistan bahkan Prancis. Kenapa Malaysia bisa melakukan preventif? Mereka belum ngapa-ngapain aja ditangkapin kan, karena memang mereka punya instrumen itu. Nah kita tidak punya instrumen itu,” tambahnya.
(Kongres Advokat Indonesia)