Tempo.co – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) punya alasan tersendiri lembaganya melakukan operasi tangkap tangan (OTT) sebelum praktik suap benar-benar terjadi. Dalam operasi pada Kamis, 31 Maret 2016 lalu, komisi antirasuah menangkap dua orang dari PT Brantas Abipraya (BA) dan seorang perantara yang diduga akan menyuap oknum jaksa di Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta.
Ketua KPK Agus Rahardjo mengklaim, pihaknya sudah biasa melakukan OTT seperti itu. Lembaga yang dipimpinnya yakin, penyidik mampu menemukan oknum jaksa yang diduga menjadi penerima suap. “Kan ada komunikasi (antara PT BA dan oknum jaksa Kejati DKI),” kata dia usai mengisi kuliah tamu di Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Sabtu, 2 April 2016.
Saat ini, penyidik KPK masih mendalami siapa saja oknum jaksa yang menjadi tujuan uang haram tersebut. Agus membantah spekulasi yang berkembang bahwa uang haram itu ditujukan kepada Kajati DKI Sudung Situmorang dan Aspidsus Tomo Sitepu. “Enggak, enggak,” ujarnya sambil berlalu.
Berdasarkan peristiwa OTT oleh KPK sebelumnya, tangkap tangan suap dilakukan ketika uang haram sudah diterima si penerima atau telah berada di tangan perantara suruhan pihak penerima. Namun pada kasus suap PT BA pada Kamis lalu, petugas KPK menangkap para tersangka saat uang baru sampai di tangan seseorang bernama Marudut, yang disebut sebagai perantara. Uang itu diterimanya dari pihak PT BA, Sudi Wantoko dan Dandung Pamularno.
Marudut diduga bakal memberikan uang sebesar US$148.835 kepada oknum jaksa Kejati DKI untuk menghentikan penyelidikan kasus korupsi yang membelit PT BA. Beberapa nama di lingkungan kejaksaan menjadi sorotan, yakni jaksa Sudung Situmorang dan Asisten Pidana Khusus Tomo Sitepu. Sebab keduanya dimintai keterangan sebagai saksi usai OTT digelar.
Namun Agus tak menampik kemungkinan status keduanya naik menjadi tersangka. “Kemungkinan itu selalu terbuka,” ujarnya.
KPK melakukan OTT dugaan suap penghentian kasus korupsi di Badan Usaha Milik Negara, PT BA di sebuah hotel di Cawang, Jakarta, Kamis, 31 Maret 2016. Kasus korupsi tersebut ditangani Kejati DKI. KPK memeriksa tiga orang tersangka antara lain Direktur Keuangan PT Brantas Abipraya, Sudi Wantoko; Senior Manager PT Brantas Abipraya, Dandung Pamularno, serta seorang wirausaha bernama Marudut.
(Kongres Advokat Indonesia)