Kompas.com – Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menyatakan, pihak yang menghalangi otopsi jenazah Siyono, terduga teroris yang tewas saat ditahan Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror, telah melanggar hukum.
“Kontras menyesalkan adanya pihak-pihak yang menghalangi otopsi jenazah Siyono dan upaya keluarga untuk mencari keadilan,” kata Kepala Divisi Pembelaan Hak Sipil Politik Kontras, Putri Kanesia dihubungi di Jakarta, Sabtu (2/4/2016).
“Penghalang-halangan itu bisa diancam pidana,” kata Putri.
Putri mengatakan, upaya forensik untuk mengetahui penyebab kematian Siyono dilindungi oleh hukum. Sehingga, siapa pun yang menghalang-halangi berarti menentang hukum.
Terkait dengan adanya tekanan kepada keluarga Siyono dan pihak-pihak yang menghalang-halangi upaya pencarian keadilan, Kontras menyarankan kepada Pimpinan Pusat Muhammadiyah selaku kuasa hukum Suratmi, istri Siyono, untuk melibatkan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
“Bila memang ada teror dan tekanan terhadap keluarga, lebih baik melibatkan LPSK agar bisa membantu mereka,” tuturnya.
Sebelumnya, Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak menyatakan Suratmi merasa mendapatkan teror sehingga saat ini dijaga Komando Kesiapsiagaan Angkatan Muda Muhammadiyah.
Kader Muhammadiyah yang menjaga rumah Suratmi juga sempat ditemui oleh aparat desa. Mereka menyatakan tidak ingin jenazah Siyono diotopsi.
“Kalaupun jenazah Siyono diotopsi, mereka menyatakan tidak boleh dilakukan di Desa Pogung, harus di luar desa,” tutur Putri.
Bila jenazah Siyono diotopsi di luar desa, mereka juga menolak jenazah dimakamkan kembali di dalam desa dan meminta seluruh keluarga Siyono untuk keluar dari desa tersebut.
(Kongres Advokat indonesia)