Tempo.co – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia meminta Badan Nasional Penanggulangan Terorisme dan Densus 88 membuka sumber dana yang diperolehnya. Selama ini, kedua badan tersebut dinilai tidak terbuka mengenai aliran dana miliknya. Hal ini mendorong kecurigaan mengenai independensi dari keduanya.
Komisioner Komnas HAM Siane Indriyani mengaku sudah beberapa kali mendesak hal ini namun tak digubris BNPT dan Densus 88.Padahal dengan adanya Undang-Undang tentang keterbukaan informasi publik seharusnya BNPT dan Densus membuka aliran dananya. “Selama ini aliran dana banyak yang berasal dari Amerika dan Australia,” kata Siane saat dihubungi di Jakarta, Jumat 25 Maret 2016.
Siane menilai ada kepentingan dalam kedua badan ini apabila dilihat dari sumber dananya. Selama ini, BNPT dan densus 88 dinilai hanya menyudutkan salah satu kelompok saja. Begitu pun dengan kasus terduga teroris, Siyono yang tewas saat pemeriksaan.
Siyono, menurut Siane pada dasarnya masih belum terbukti bersalah. Siyono merupakan anggota Laskar Islam Klaten. Kematiannya yang mendadak tentunya menimbulkan tanda tanya bagi semua pihak.
Karena itu, Siane mengatakan BNPT dan Densus seharusnya membuka dengan jelas sumber dana yang diperolehnya. Apalagi dugaan adanya kepentingan asing dibalik kasus lembaga ini semakin menguat. “Independensi dipertanyakan, selain itu ada indikasi korupsi di sini,” ujar dia
Dengan adanya kasus Siyono ini, Siane berharap BNPT dan Densus 88 dapat lebih terbuka kepada publik. Tak hanya mengenai masalah pemeriksaan, tetapi juga mengenai sumber dana yang diperoleh dari BNPT dan Densus 88.
(Kongres Advokat Indonesia)