Kompas.com – Kejaksaan selaku pihak termohon dalam sidang praperadilan yang diajukan oleh korban dugaan penganiayaan Novel Baswedan mengungkap alasan pihaknya mengeluarkan Surat Keputusan Penghentian Penuntutan (SKP2).
Pihak kejaksaan menyampaikan alasan mereka menghentikan kasus karena tidak adanya cukup bukti, pengakuan saksi yang tak konsisten, serta tak memenuhi syarat.
“Hasil BAP para saksi keterangannya berubah-ubah, serta tak ada saksi secara konsisten melihat langsung Novel Baswedan melakukan penembakan pada saat kejadian,” kata Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Bengkulu Ade Hermawan, usai sidang praperadilan, Rabu (23/3/2016).
Selain itu jaksa juga menjelaskan, pelaporan gugatan pra peradilan korban pada kasus Novel Baswedan tidak memiliki kekuatan hukum. Faktanya, korban tidak termasuk dalam pihak yang berkepentingan dalam hal ini.
“Pengajuan gugatan praperadilan tak ada legal standing, sesuai aturan yang berhak mengajukan praperadilan adalah penyidik, penuntut umum dan pihak ketiga yang memiliki kepentingan,” tambah Ade.
Sejauh ini, kata Ade, korban tidak pernah melaporkan kejadian penganiayaan tersebut, maka korban yang dianggap sebagai pihak ketiga tidak memiliki kepentingan.
Ia juga menambahkan hasil kajian ombudsman, pelaporan dinyatakan menyalahi administrasi, karena pelaporan dilakukan oleh pihak yang tidak melihat, mendengar, dan merasakan langsung kejadian.
“Yang melaporkan kasus ini bukan korban, faktanya adalah Yogi Haryanto salah seorang anggota kepolisian Bengkulu, yang tidak melihat, dan merasakan langsung kejadian itu,” ungkap dia.
Sementara itu, kuasa hukum Irwansyah, korban dugaan penganiayaan yang dilakukan Novel Baswedan, Yuliswan menyatakan tak benar jika korban tidak pernah melaporkan perkara penganiayaan ke penegak hukum.
“Tahun 2012 perkara ini sudah dilaporkan ke Polda Bengkulu,” ucap dia.
(Kongres Advokat Indonesia)