Republika.co.id – Kejaksaan Negeri Bengkulu pada sidang praperadilan mengatakan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) atas kasus Novel Baswedan diterbitkan karena berkas perkara yang dilimpahkan Barekrim Mabes Prolri ke Kejari Bengkulu tidak lengkap.
Tim jaksa yang ditunjuk Kejari Bengkulu untuk menghadapi gugatan di sidang Praperadilan kasus hukum Novel Baswedan, Ade Hermawan saat membacakan jawaban atas gugatan pemohon mengatakan berkas perkara dugaan penganiayaan tersebut seharusnya tidak hanya atas nama Novel Baswedan saja.
“Dalam berkas perkara yang dilimpahkan Mabes Polri mencantumkan pasal 55 KUHP yakni tindak pidana turut serta, artinya tidak dilakukan oleh satu orang, melainkan lebih dari satu,” kata dia, Rabu (23/3).
Berkas perkara tindak dugaan penganiayaan yang mengakibatkan luka berat atau meninggal dunia tersebut menurut Ade juga mencantumkan nama Yuri Leonard Siahaan.
“Ditunggu sampai 18 Februari 2016, pinyidik Bareskrim Mabes Polri tidak pernah melimpahkan berkas perkara atas nama Yuri, sedangkan dalam berkas perkara dicantumkan pasal 55 KUHP,” kata dia.
Lebih lanjut menurut Ade, kasus penganiayaan tersebut terjadi 18 Februari 2004, dan sesuai ketentuan, wewenang penuntutan perkara atas kasus tersebut berakhir pada 18 Februari 2016.
“Oleh karena itu, tim jaksa penuntut umum menerbitkan SKP2 atas perkara itu pada 22 Februari 2016,” katanya.
Novel Baswedan yang menjadi penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi terdakwa perkara penganiayaan berat terhadap pencuri sarang burung walet di Bengkulu pada 2004 saat menjabat Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Kota Bengkulu.
Namun pada 22 Februari 2016 Kepala Kejaksaan Negeri Bengkulu menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan dengan Nomor Kep.03/N.7.10/Ep.1/02/2016.
(Kongres Advokat Indonesia)