Republika.co.id – Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan permohonan uji materi ketentuan Pasal 32A ayat (1) UU Mahkamah Agung dan Pasal 39 ayat (3) UU Kekuasaan Kehakiman, tidak dapat diterima. Alasannya karena pemohon tidak berkedudukan hukum.
“Menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima,” ujar Ketua Majelis Hakim Konstitusi Arief Hidayat ketika membacakan amar putusan Mahkamah di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (23/3).
Mahkamah berpendapat syarat kerugian konstitusional pemohon sebagaimana diatur dalam Pasal 51 ayat (1) UU Mahkamah Konstitusi, tidak terpenuhi. Sehingga pemohon dianggap tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan tersebut.
Selain itu, Mahkamah juga menegaskan bahwa kerugian yang dialami oleh pemohon, tidak disebabkan oleh ketentuan dalam Undang-Undang Mahkamah Agung dan Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman. “Kerugian yang dialami oleh pemohon bukanlah disebabkan oleh inkonstitusionalnya norma dalam Undang-Undang a quo, melainkan karena implementasi norma di dalam praktiknya,” ujar Hakim Konstitusi Aswanto dalam membacakan pertimbangan Mahkamah.
Pemohon dari uji materi ketentuan Pasal 32A ayat (1) UU Mahkamah Agung dan Pasal 39 ayat (3) UU Kekuasaan Kehakiman adalah seorang warga negara Indonesia bernama Ina Mutmainah. Sebelumnya pada sidang pendahuluan, Ina menjelaskan bahwa dia merasa dirugikan akibat adanya dua keputusan yang berbeda dari Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial atas hal yang sama.
Ina sebelumnya merasa sangat dirugikan akibat perbuatan seorang hakim berinisial MH, yang kemudian dia laporkan perbuatan MH tersebut kepada Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial. Mahkamah Agung kemudian menjatuhkan putusan berupa hukuman skorsing kepada MH, sementara Komisi Yudisial menyatakan MH layak diberhentikan.
(Kongres Advokat Indonesia)