Tempo.co – Wakil Ketua Komisi Pemberantas Korupsi Laode Muhamad Syarif meminta Komisi Pemilihan Umum lebih memperhatikan laporan keuangan para pasangan calon dalam Pemilihan Kepala Daerah serentak 2017, termasuk mahar politik. Menurut Laode, dalam pilkada sebelumnya laporan tersebut hanya sekedar pemenuhan syarat administratif.
“Padahal dana pilkada yang dikeluarkan pasangan calon umumnya lebih besar dari yang dilaporkan,” kata Laode saat diskusi Evaluasi Tahapan Pencalonan Pilkada 2015 di gedung KPU, Jakarta, Senin, 21 Maret 2016.
KPK melihat masih ada biaya yang tidak terakomodir dalam Laporan Penerimaan dan Pengeluaran Dana Kampanye (LPPDK) seperti dana untuk saksi di tempat pemungutan suara. “Biaya saksi Rp 100-150 ribu per TPS per orang, tinggal dikali saja jumlahnya,” ujarnya.
Laode menuturkan selama ini LPPDK hanya mengakomodir penerimaan dan pengeluaran di masa kampanye. LPPDK tidak memuat dana yang digunakan sebelum dan sesudahnya.
KPK pun menilai KPU kurang memverifikasi secara detil terhadap penyumbang dana. Dalam kajiannya atas Pilkada 2015, KPK menemukan masih ada laporan fiktif dan donatur yang memecah sumbangannya untuk mengakali peraturan yang ada.
Selain itu KPK meminta KPU memikirkan isu mahar politik. Laode menuturkan saat ini mahar politik merupakan biaya terbesar yang dikeluarkan bakal calon. “Dan ini tidak tersentuh panitia pengawas, karena ini masuk ke internal masing,” partai.
Untuk mengatasi ini, Laode berharap KPU meningkatkan sosialisasi pada pasangan calon yang akan maju. “Pilkada kemarin ada pembekalan atau sosialisasi, tapi rasanya kurang efektif.”
(Kongres Advokat Indonesia)