Gatra.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) siap membantu Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam menangani kasus korupsi di bidang pajak, termasuk restitusi pajak PT Mobile8 Telecom Tbk (Smartfren) tahun 2007-2009.
“Yang suda ditangani oleh institusi, menurut undang-undang sudah tinggal dilanjutian, keculai dalam hal pihak APH lainya menganggap KPK perlu turun membantu. Harus (membantu), itu perintah UU,” kata Saut Situmorang, Wakil Ketua KPK, di Jakarta, akhir pekan ini.
Terkait itu, KPK terus melakukan koordinasi dengan Kejagung, bukan hanya terkait kasus di sektor pajak, namun semua korupsi di berbagai lini negeri ini. “Koordinasi terus dilakukan dalam banyak kasus, tidak hanya pajak,” ujarnya.
Kejagung mensinyalir PT Mobile8 Telecom memanipulasi transaksi penjualan produk telekomunikasi, di antaranya telepon seluler dan pulsa kepada distributor di Surabaya, yakni PT Djaja Nusantara Komunikasi (DNK) senilai Rp 80 milyar selama tahun 2007-2009.
PT DNK tidak sanggup membayar pembelian barang produk komunikasi senilai Rp 80 milyar kepada PT Mobile8 Telecom selama tahun 2007-2009 itu. Sesuai keterangan Direktur PT DNK, Eliana Djaya, bahwa traksaksi senilai Rp 80 milyar tersebut merupakan hasil manipulasi untuk menyiasati seolah-olah ada transaksi sejumlah itu.
Untuk kelengkapan administrasi, pihak Mobile8 Telecom akan mentransfer uang sebanyak Rp 80 milyar ke rekening PT DNK. Pada Desember 2007, PT Mobile8 Telecom dua kali mentransfer dana, masing-masing Rp 50 milyar dan Rp 30 milyar. Untuk menyiasati agar seolah-olah terjadi jual-beli, maka dibuat invoice atau faktur yang sebelumnya dibuat purchase order.
Setahun kemudian, PT DNK, menerima faktur pajak dari PT Mobile8 Telecom yang total nilainya Rp 114.986.400.000. Padahal, PT DNK tidak pernah melakukan pembelian dan pembayaran, serta menerima barang.
Faktur pajak yang telah diterbitkan seolah-olah ada transaksi-transaksi antara PT Mobile8 Telecom dengan PT DNK, digunakan oleh PT Mobile8 Telecom untuk pengajuan kelebihan pembayaran (restitusi pajak) kepada KPP Surabaya, supaya masuk bursa di Jakarta.
Atas ajuan tersebut, pada tahun 2009, PT Mobile8 Telecom menerima pembayaran restitusi pajak sejumlah Rp 10.748.156.345. Seharusnya, PT Mobile8 Telecom tidak berhak mendapatkan uang sejumlah Rp 10,7 milyar lebih tersebut karena tidak pernah ada jual-beli barang.
Karena KPP Surabaya mengabulkan permohonan kelebihan pajak atas dasar transaksi jual-beli fiktit PT Mobile 8 Telecom yang saat itu dimiliki Harry Tanoesoedibjo, negara mengalami kerugian sekitar Rp 10 milyar.
(Kongres Advokat Indonesia)