Pakar Hukum Prof Henry Minta Pemerintah Kaji Ulang Penerbitan IUP di Raja Ampat - Kongres Advokat Indonesia

Pakar Hukum Prof Henry Minta Pemerintah Kaji Ulang Penerbitan IUP di Raja Ampat

Pakar hukum Profesor Henry Indraguna meminta pemerintah mengkaji ulang penerbitan izin usaha tambang (IUP) nikel di Raja Ampat, Papua Barat. Tetapi tetap memperhatikan hak-hak hukum dari pemilik izin tambang (IUP). Raja Ampat merupakan kawasan konservasi laut dan destinasi prioritas nasional yang mesti dijaga dari ancaman kerusakan, khususnya logistik hasil tambang.

Pemerintah dan stakeholder lainnya, harus mengevaluasi kebijakan pertambangan yang berada dalam radius sensitif ekologi. Lokasi tambang ke smelter berdampak pada ekosistem laut, sehingga menjadi hal yang harus dikaji ulang. Pertumbuhan ekonomi dan pengelolaan sumber daya alam, harus diseimbangkan dengan komitmen melindungi kawasan konservasi.

“Saya mendorong kebijakan aktivitas tambang nikel di Raja Ampat, tidak hanya berorientasi pada pertumbuhan ekonomi, tapi juga kelestarian lingkungan dan masa depan. Aktivitas tambang nikel dapat memicu kerusakan alam dan menyengsarakan masyarakat adat,” ujar Prof Henry Guru Besar Unisula melalui pesan tertulis, Sabtu (7/6/2025).

Kemudian Ketua DPP Ormas MKGR Prof Henry, pemberdayaan wilayah Raja Ampat sebagai Kawasan Lindung Permanen Pemerintah (ESDM & KLHK) dapat mendorong Perda atau Perpres penetapan Raja Ampat sebagai Kawasan Ekosistem Laut dan Darat yang Dilindungi Permanen. Menjadikan seluruh Raja Ampat zona eksklusif non-tambang, melainkan ekowisata dan konservasi.

Pemerintah sebaiknya menolak investasi tambang baru di wilayah konservasi dan mempromosikan Raja Ampat untuk investasi berbasis alam dan berkelanjutan, seperti: Eco-resort, Energi surya dan kelautan, Wisata bahari komunitas.

Langkah terbaik bagi pemerintah adalah bersikap tegas, transparan, dan berpihak pada keadilan ekologis dan masyarakat adat. Raja Ampat bukan hanya kawasan kaya mineral, tapi juga warisan dunia yang tak tergantikan.

Menurut Penasehat Ahli Balitbang DPP Partai Golkar Prof Henry, status perizinan dan legalitas beberapa perusahaan telah mengantongi Izin Usaha Pertambangan (IUP) di wilayah Raja Ampat. Namun, terdapat kekhawatiran bahwa beberapa izin tersebut dikeluarkan tanpa konsultasi yang memadai dengan masyarakat adat dan tanpa mempertimbangkan dampak lingkungan secara menyeluruh.

“Dampak lingkungan dan sosialnya, aktivitas pertambangan di Raja Ampat menimbulkan kerusakan ekosistem laut Raja Ampat yang dikenal sebagai pusat keanekaragaman hayati laut dunia. Eksploitasi tambang dapat merusak terumbu karang dan habitat laut lainnya,” Wakil Ketua Dewan Penasehat DPP AMPI Prof Henry.

“Ketidakterlibatan masyarakat adat dalam proses perizinan dapat memicu konflik sosial dan ketidakpuasan. Respon masyarakat adat aktivis lingkungan, dan pelaku pariwisata di Raja Ampat telah menyuarakan penolakan terhadap aktivitas pertambangan, dengan alasan ancaman terhadap kelestarian lingkungan. Mereka khawatir bahwa pertambangan akan merusak ekosistem yang menjadi sumber mata pencaharian dan identitas budaya mereka,” tambah Doktor lulusan UNS dan Universitas Borobudur.

Masyarakat merasa tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan proses perizinan yang berdampak langsung pada kehidupan mereka. Aktivitas pertambangan tanpa persetujuan masyarakat adat, dapat dianggap melanggar hak-hak mereka yang diakui secara hukum.

Waketum DPP BAPERA Prof Henry meminta kepada pemerintah agar melakukan evaluasi menyeluruh terhadap perizinan pertambangan di Raja Ampat yang telah dikeluarkan, dengan mempertimbangkan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan. Libatkan masyarakat adat agar dapat kepastian bahwa hak-hak masyarakat adat mereka kita hormati, mereka dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan.

“Langkah-langkah ini sangat penting untuk memastikan bahwa pembangunan tambang di Raja Ampat berlangsung secara berkelanjutan dan adil bagi semua pihak yang terlibat,” paparnya.

Sementara itu dari Perspektif Hukum dan Legalitas, dasar hukum bisa dicabut jika ditemukan pelanggaran izin lingkungan (UU No. 32 Tahun 2009), tidak adanya persetujuan masyarakat adat (bertentangan dengan Putusan MK No. 35/PUU-X/2012).

“Potensi pelanggaran izin kawasan konservasi laut dan hutan lindung
Pemerintah pusat melalui Kementerian ESDM punya alasan mencabut IUP jika terdapat pelanggaran Amdal atau dampak serius terhadap lingkungan,” tuturnya.

Sedangkan dari Perspektif Ekonomi Makro, kontribusi ekonomi dari tambang di Pulau Gag bersifat jangka pendek, terbatas, dan padat modal, bukan padat karya. Sebaliknya, ekowisata Raja Ampat menyumbang triliunan rupiah per tahun dan membuka ribuan lapangan kerja langsung bagi masyarakat lokal.

Dari Perspektif Politik dan Diplomasi, Indonesia sedang mengkampanyekan diri sebagai pemimpin iklim dan konservasi kawasan laut di dunia. Jika tambang terus dilanjutkan, akan ada tekanan internasional (dari WWF, PBB, hingga negara donor seperti Norwegia dan Jerman).

“Keputusan untuk memberhentikan tambang di Raja Ampat menunjukkan keberpihakan negara, kepada hak masyarakat adat sebagai pemilik tanah ulayat,” tegas Prof Henry sebagai Wakil Ketua Dewan Pembina Kongres Advokat Indonesia (KAI).

Silahkan tinggalkan komentar tapi jangan gunakan kata-kata kasar. Kita bebas berpendapat dan tetap gunakan etika sopan santun.

TERPOPULER

TERFAVORIT

Dikukuhkan Jadi Ketua Dewan Pembina KAI, Bamsoet : Pekerjaan Rumah Kita Banyak untuk Sektor Penegakan Hukum
September 27, 2024
Lantik Pengurus, Ketua Presidium DPP KAI: Kita Wujudkan AdvoKAI yang Cadas, Cerdas, Berkelas
September 27, 2024
Dihadiri Ketua Dewan Pembina Sekaligus Ketua MPR RI, Pengurus DPP KAI 2024-2029 Resmi Dikukuhkan
September 27, 2024
Audiensi Presidium DPP KAI – Menkum HAM RI: Kita Mitra Kerja!
September 7, 2024
Diangkat Kembali Ketua Dewan Pembina Kongres Advokat Indonesia (KAI), Ketua MPR RI Bamsoet Dukung Pembentukan Dewan Advokat Nasional
July 25, 2024