Kongres Advokat Indonesia (KAI) dan Fakultas Hukum Universitas Gorontalo menggelar kuliah pakar tamu dengan tema “Perbandingan Peran Penasehat Hukum Dalam KUHAP dan Rancangan KUHAP” Rabu, 14 Mei 2025 pagi di Gorontalo. Hadir sebagai narasumber Ketua Presidium DPP KAI Adv. Dr. KP. H. Heru S. Notonegoro, SH., MH., CIL., CRA. dan Dekan FH Univ. Negeri Gorontalo Dr. Weny Almoraid Dungga, SH., MH.
Dalam kuliahnya dihadapan para mahasiswa yang hadir, Heru menyampaikan bahwa komitmen KAI terhadap penyusunan KUHAP baru sangat kuat, hal ini terlihat dengan telah disampaikannya sedikitnya 80 poin usulan pasal-pasal baik dalam bentuk penyempurnaan, pengurangan maupun penambahan pasal baru kepada Komisi Hukum DPR RI dalam sebuah Rapat Dengar Pendapat beberapa pekan yang lalu. Di antara poin penting yang disampaikan adalah tentang penguatan peran dan kewenangan pada profesi advokat di antaranya dengan adanya Hak Penjaminan bagi Tersangka / Terdakwa saat akan dilakukan penangkapan, penahanan, pencekalan dan Catatan Advokat atas keberatan-keberatan saat pembuatan BAP di Kepolisian selama proses hukum berlangsung.
“Kita telah sampaikan usulan RUU KUHAP ke Komisi III DPR RI, dan anggota Komisi Hukum pada saat itu setuju dengan ide-ide, gagasan, dan masukan kongkrit yang KAI sampaikan, semoga semua detail yang telah kita sampaikan dapat diakomodir sebagai bagian dari penguatan peran dan kewenangan profesi advokat dalam melaksanakan tugas penegakan hukum khususnya dan proses peradilan pidana terpadu pada khususnya ,” tutur Heru.

Hal lain yang juga menjadi konsern KAI adalah penguatan hak-hak tersangka atau terdakwa dalam menjalani proses hukum pidana baik sejak awal pemeriksaan perkara di tingkat penyelidikan, penyidikan, penuntutan, putusan, maupun upaya hukum biasa atau luar biasa.
Sementara itu, Wakil Dekan I Fakultas Hukum UNG, Dr. Zamroni Abdussamad menyampaikan apresiasi atas kepekaan dan tingginya kepedulian , gagasan serta banyaknya ide-ide baru KAI dalam penyusunan RUU KUHAP. “Kami UNG mendukung langkah KAI berperan dalam Rancangan KUHAP, yang tentunya hal tersebut berdampak positif dan baik terhadap seluruh advokat di tanah air. Ini merupakan ide yang sangat brilian. Artinya apa, ternyata KAI tidak melulu hanya memikirkan kepentingan advokat anggota KAI, tetapi KAI justru mendorong penguatan peran advokat yang berasal dari seluruh advokat yang berasal dari organisasi advokat manapun, utamanya yang terkait dengan kesamaan dan kesetaraan Hak sesama Aparat Penegak Hukum (APH), di dalam RUU KUHAP tersebut,” tuturnya.
Zamroni juga mengatakan bahwa yang diperjuangkan KAI tidak hanya untuk kepentingan organisasi, tapi untuk kepentingan para profesional advokat yang beracara di tanah air. “Kami sangat-sangat berharap hal itu bisa di akomodir dan direalisasikan sebagai prinsip equality before the law,” terangnya.
Dengan diajukannya gagasan-gagasan baru oleh KAI dalam penyusunan KUHAP yang baru tersebut, FH UNG juga terpanggil dan akan turut berpartisipasi dalam bentuk penyampaian surat dukungan ke Komisi III DPR RI atas gagasan dan usulan 80 poin dari Kongres Advokat Indonesia untuk dimasukan dalam KUHAP yang baru yang secepatnya akan di tetapkan atau di sahkan sebagai undang-undang.
KAI & FH UNG Gelar PKPA

Selain kuliah pakar tamu, KAI DPD Gorontalo dan UNG juga menyelenggarakan Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) Angkatan ke-V.
Dalam pelaksanaan PKPA tersebut Heru juga menjelaskan bahwa pelaksanaan PKPA oleh organisasi advokat harus bekerjasama dengan perguruan tinggi, minimal yang berakreditasi B.
“Kebetulan Universitas Negeri Gorontalo berakreditasi unggul, maka kerjasama KAI dengan UNG tentu lebih dari cukup jika disandingkan dengan keputusan MK RI yg mengatur hal tersebut. Sehingga benefitnya, matrikulasinya, pengajarnya sudah pasti memenuhi standar yang tidak hanya sekedar minimal, tetapi justru lebih dari pada cukup,” ujar Heru.
Heru juga menyampaikan bahwa salah satu peran dan fungsi organisasi advokat seperti KAI adalah, bagaimana merekrut, membangun dan meningkatkan kompetensi intelektual, kompetensi profesional dan kompetensi moral calon profesional hukum.

“Dalam PKPA ini kita jaga kualitasnya. Sebanyak 20 peserta yang mengikuti pendidikan tidak hanya diberikan pengetahuan bidang hukum dan bidang ilmu lainnya, tetapi yang lebih penting justru adalah adanya penekanan terhadap etika profesi. Jangan sampai kompetensi intelektual bagus dan menguasai betul keahlian seorang advokat, tetapi kompetensi moralnya justru jauh dibawah standart sehingga tindakannya tidak bisa dipertanggungjawabkan baik secara hukum maupun secara moral. Advokat disebut sebagai profesi yang terhormat. Maka perilaku, tatakrama, tindak tanduk, tampilan dan seluruhnya harus benar-benar terjaga” tutur Heru.
Heru berharap setiap peserta dapat mengikuti pendidikan secara serius dan benar-benar memanfaatkan pengajar dan instruktur yang disiapkan panitia. “Ini baru dasar, namanya saja PKPA. Masih ada tentang manajemen Law Firm, karena kalau mereka ingin jadi advokat harus memahami manajemen Law Firm. Demikian pula, jika peserta ingin membangun diri mereka sebagai lawyer, terdapat pada materi legal personal branding, dimana mereka harus membangun diri mereka, sebagai seorang yang memiliki keunggulan komperatif di bidang hukum,” tutup Heru.