Republika.co.id – Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Susanto mengatakan, KPAI minta pola kerja Densus 88 dievaluasi karena melanggar prinsip perlindungan anak.
Penggeledahan Densus 88 di TK Roudlatul Athfal Terpadu Amanah Ummah, Klaten menimbulkan ketakutan bagi anak-anak dan bertentangan dengan prinsip perlindungan anak.
KPAI, ujar dia, meminta Kapolri mengaveluasi kinerja Densus 88 karena dalam beberapa kasus penangkapan dan penggeledahan tidak memperhatikan perlindungan anak.
“Bukan hanya saat penggeledahan di TK Raudhatul Atfal Klaten yang baru saja terjadi, namun telah banyak tindakan sebelumnya yg dapat dikategorikan kurang memperhatikan prinsip-prinsip dan ikhtiar perlindungan anak,” ujarnya, Selasa, (15/3).
Setidaknya ada empat alasan mengapa kinerja Densus 88 perlu dievaluasi. Pertama, Densus melakukan penggeledahan di sekolah hingga membuat anak ketakutan.
Kedua, Densus 88 juga pernah melakukan penangkapan terduga teroris di depan balita. Ketiga, proses penangkapan terduga usia anak yang terlibat teroris, dalam beberapa kasus polanya tidak jauh berbeda dengan penangkapan orang dewasa. Padahal harus berbeda sama sekali.
Anak yg terduga teroris atau menjadi simpatisan kelompok radikal, hanyalah korban faktor penyebab. Korban indoktrinasi, dijebak, diradikalisasi dan lain-lain. Keempat, dalam penangkapan terduga teroris, seringkali fokus pada output tetapi menafikan proses.
“Seharusnya aspek proses menjadi perhatian. Penggeledahan sekolah, penggerebekan di depan anak merupakan bentuk menafikan proses etika perlindungan anak,” ujar Susanto
(Kongres Advokat Indonesia)