Tempo.co – Kepala Polda Metro Jaya Inspektur Jenderal Tito Karnavian menyatakan mendukung revisi Undang-Undang Nomor 15 tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme. Menurut Tito, revisi perlu dilakukan sebagai upaya pencegahan penyebaran paham radikalisme di Indonesia.
Sebagai pertimbangan, ia mengatakan Undang-Undang Nomor 15 tahun 2003 itu adalah turunan dari Peraturan Perundang-undangan Nomor 1 tahun 2002 untuk merespon bom bali pertama. Menurut dia, saat itu kepolisian belum mengetahui pelaku, jaringan, dan motif pelaku pemboman. Akibatnya, undang-undang ini hanya mengkriminalisasi pelaku teror dengan ancaman hukuman berat. “Termasuk mengadilinya di pengadilan,” kata dia di Markas Polda Metro Jaya di Jakarta, Selasa 15 Maret 2016.
Peraturan tersebut, kata dia, telah berlaku selama 13 tahun. Selama periode itu, kata dia, telah lebih seribu lebih ditangkap atas pidana terorisme. Menurut dia, melalui teroris tertangkap ini, kepolisian sudah memiliki peta jaringan terorisme di Indonesia. “Itulah kelompok, berafiliasi dengan kelompok internasional, dulu Al-Qaeda sekarang ISIS,” ujarnya.
Kelompok yang terkena paham radikal ini, kata Tito, seperti penyakit menular. Menurut dia, aspek pencegahan harus ada dalam undang-undang itu. “Dalam UU yang ada tidak mengenal istilah pencegahan, maka harus juga memperkuat bagaimana agar kerjasama internasional juga dipermudah,” kata dia.
Selain itu, penanganan lintas batas transnasional akan lebih mudah. Hasilnya, dengan undang-undang tersebut, seorang teroris dapat dikriminalisasi bukan hanya karena aksi terornya, juga padaa tahap radikalisasi menuju terorisme. “Seandainya itu tidak dilakukan, kita akan kalah dan terlambat,” kata dia.
Ia mencontohkan untuk WNI yang ingin berangkat ke Suriah, pemerintah tidak memiliki payung hukum untuk memidanakan. “Mereka ke sana punya senjata di luar negeri, kita tidak ada ancaman hukumannya, kan repot,” ujar dia. “Saya mendukung revisi dengan pertimbangan-pertimbangan semacam itu,” ujarnya.
(Kongres Advokat Indonesia)