Gatra.com – Kejaksaan Agung (Kejagung) menilai aneh putusan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, menyatakan Dasep Ahmadi tidak melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama dengan Mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan.
Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Arminsyah di Jakarta, Selasa (15/3), mengatakan, putusan tidak bersama-sama Dahlan Iskan itu aneh karena tidak tepat.
“Itu keputusan pengadilan setidaknya kurang tepat ya. Dahlan sendiri nggak diperiksa sendiri sebagai saksi di persidangan, jaksa sudah meminta untuk dihadirkan,” kata Amrinsyah.
Namun, lanjut dia, pihak pengadilan tetap minta jaksa membacakan saja hasil pemeriksaan terhadap Dahlan Iskan, sehingga pastinya hakim tidak bisa menggali fakta dugaan keterlibatan Dahlan di persidangan.
“Mana bisa hakim menggali bahwa tidak melibatkan Dahlan Iskan. Ini yang perlu dipertanyakan ya,” ujar Arminsyah.
Saat ini Kejagung belum menyampaikan sikap terhadap vonis majelis hakim. “Mungkin ke depannya masih dalam kajian, karena kita juga belum dapat salinannya,” ujar Arminsyah.
Menurutnya, jaksa penuntut umum masih berupaya memperoleh salinan putusan terdakwa Dasep dalam kasus pengadaan 16 mobil listrik.
“Kita sedang nunggu, kita upayakan dalam kurang 7 hari, kita bisa dapat salinannya, sehigga kita bisa membaca kembali putusan tersebut secara lebih detil lagi. Kmungkinan kita akan banding,” katanya.
Mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan, lepas dari jeratan jaksa penuntut umum karena majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menyatakan tidak bersama-sama Direktur Utama (Dirut) PT Sarimas Ahmadi Pratama, Dasep Ahmadi, melakukan korupsi dalam pengadaan 16 mobil listrik.
Ketua Majelis Hakim Arifin saat membacakan putusan terdakwa Dasep di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (14/3), mengatakan, perbuatan Dasep merugikan negara tidak bersama-sama Dahlan.
Majelis menyatakan demikian, karena belum menemukan fakta hukum bahwa Dasep melakukan perbuatan melawan hukum bersama-sama saksi Dahlan Iskan untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi karena jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat (Kejari Jakpus) belum pernah menghadirkan Dahlan sebagai saksi di persidangan.
“Hal ini mengingat saksi Dahlan Iskan belum pernah dihadirkan oleh penuntut umum di persidangan untuk didengar keterangannya, baik terkait perbuatan pidana yang dilakukan oleh terdakwa, maupun yang dilakukan saksi Dahlan Iskan tersebut,” kata Arifin.
Menurut majelis, jaksa penuntut umum terlalu pretatur menyatakan Dasep bersama-sama Dahlan Iskan, karena pengadaan 16 mobil listrik itu antara terdakwa Dasep dengan cucu perusahaan PT Pertamina, PGN, dan BRI selaku penyandang dana.
Meski demikian, majelis juga tidak sependapat dengan dalil kuasa hukum terdakwa Dasep yang menyatakan, bahwa jaksa penuntut umum dari Kejari Jakpus ingin menjadikan surat dakwaan kliennya sebagai pintu masuk mentersangkakan Dahlan.
“Majelis hakim menilai bahwa penuntut umum telah melakukan tugas dan kewajiban secara proporsional dalam menguraikan pendapatnya,” kata Arief.
Atas dasar itu, majelis tidak memutus Dasep menggunakan Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP atau pasal sebagaimana surat dakwaan dan tuntutan jaksa penuntut umum Kejari Jakpus.
Dalam perkara ini, majelis hakim memvonis Dasep selama 7 tahun penjara, denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan, dan membayar uang pengganti sejumlah Rp 17,1 milyar karena terbukti melanggar dakwaan primer.
Adapun dakwaan primer jaksa penuntut umum minis Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP, yakni melanggar Pasal Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan soal memperkaya diri sendiri, majelis menilai tidak terungkap berapa jumlah harta Dasep yang diperoleh dari pengadaan mobil listrik ini.
Dasep dan kuasa hukumnya langsung menyatakan banding karena vonis hakim melebihi setengah dari tuntutan jaksa penuntut umum. Sementara jaksa masih pikir-pikir.
(Kongres Advoasi Indonesia)