Cnnindonesia.com – Mantan Menteri Perhubungan Freddy Numberi mengunkap permasalahan tender dalam proyek pembangunan Balai Pendidikan dan Pelatihan Diklat Pelayaran Sorong Tahap III. Freddy tak menampik ada kongkalikong pejabat kementerian yang menjadikan PT Hutama Karya sebagai penggarap proyek.
“Itu memang prosesnya sesuai dengan mereka. Waktu terjadi dispute saya memang suruh tender ulang,” kata Freddy usai diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Selasa (15/3).
Saat pembangunan tersebut berlangsung, Freddy masih menjabat sebagai orang nomor satu di kementerian tersebut. “Pembangunan itu zaman saya tapi kan permasalahannya bukan langsung ke saya tapi kan ada Pak Bobby Mamahit (Eks Dirjen Perhubungan Laut),” katanya.
Sebelum menjadi Dirjen, Bobby sempat mengemban tugas di bagian Pengembangan Sumber Daya Manusia di Kemenhub. Bobby disebut menerima Rp480 juta dan ikut membantu pemenangan tender. Bobby sempat bertemu dengan bekas General Manager PT Hutama Karya Budi Rachmat Kurniawan sekitar Bulan Februari 2011, di Gedung Kemenhub, Jakarta.
Hal yang sama juga dilakukan Budi kepada Djoko Pramono yang menjabat sebagai Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia. Djoko disebut menikmati duit senilai Rp620 juta. Djoko juga meminta perusahaan pelat merah untuk memberikan fee komitmen 10 persen untuk para pejabat Kemenhub yang berwenang dalam proyek tersebut.
PT Hutama Karya ini pun akhirnya mengalahkan dua perusahaan peserta lelang lainnya, PT Panca Duta Karya Abadi dan PT Nindya Karya, sampai akhirnya berhasil mendapat proyek dengan nilai penawaran Rp92 miliar.
“Ya itu saya dikonfirmasi saja mengenai bagaimana pembangunan sekolahnya dan pengangkatan mereka dasarnya apa,” kata Freddy.
Sebelumnya, tiga orang telah menjadi pesakitan dalam kasus ini yaitu Budi, Pejabat Pembuat Komitmen Satuan Kerja Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia Perhubungan Laut Sugiarto, dan Ketua Panitia Pengadaan Barang dan Jasa Satuan Kerja Pusat Pengembangan SDM Perhubungan Laut, Irawan.
Para oknum penyelenggara negara ini dianggap menyalahgunakan wewenang hingga negara merugi Rp40 miliar.
Baik Bobby maupun Djoko dijerat pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam U Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.Freddy Numberi Ungkap Masalah Tender Proyek Kemenhub
Mantan Menteri Perhubungan Freddy Numberi mengunkap permasalahan tender dalam proyek pembangunan Balai Pendidikan dan Pelatihan Diklat Pelayaran Sorong Tahap III. Freddy tak menampik ada kongkalikong pejabat kementerian yang menjadikan PT Hutama Karya sebagai penggarap proyek.
“Itu memang prosesnya sesuai dengan mereka. Waktu terjadi dispute saya memang suruh tender ulang,” kata Freddy usai diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Selasa (15/3).
Saat pembangunan tersebut berlangsung, Freddy masih menjabat sebagai orang nomor satu di kementerian tersebut. “Pembangunan itu zaman saya tapi kan permasalahannya bukan langsung ke saya tapi kan ada Pak Bobby Mamahit (Eks Dirjen Perhubungan Laut),” katanya.
Sebelum menjadi Dirjen, Bobby sempat mengemban tugas di bagian Pengembangan Sumber Daya Manusia di Kemenhub. Bobby disebut menerima Rp480 juta dan ikut membantu pemenangan tender. Bobby sempat bertemu dengan bekas General Manager PT Hutama Karya Budi Rachmat Kurniawan sekitar Bulan Februari 2011, di Gedung Kemenhub, Jakarta.
Hal yang sama juga dilakukan Budi kepada Djoko Pramono yang menjabat sebagai Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia. Djoko disebut menikmati duit senilai Rp620 juta. Djoko juga meminta perusahaan pelat merah untuk memberikan fee komitmen 10 persen untuk para pejabat Kemenhub yang berwenang dalam proyek tersebut.
PT Hutama Karya ini pun akhirnya mengalahkan dua perusahaan peserta lelang lainnya, PT Panca Duta Karya Abadi dan PT Nindya Karya, sampai akhirnya berhasil mendapat proyek dengan nilai penawaran Rp92 miliar.
“Ya itu saya dikonfirmasi saja mengenai bagaimana pembangunan sekolahnya dan pengangkatan mereka dasarnya apa,” kata Freddy.
Sebelumnya, tiga orang telah menjadi pesakitan dalam kasus ini yaitu Budi, Pejabat Pembuat Komitmen Satuan Kerja Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia Perhubungan Laut Sugiarto, dan Ketua Panitia Pengadaan Barang dan Jasa Satuan Kerja Pusat Pengembangan SDM Perhubungan Laut, Irawan.
Para oknum penyelenggara negara ini dianggap menyalahgunakan wewenang hingga negara merugi Rp40 miliar.
Baik Bobby maupun Djoko dijerat pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam U Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
(Kongres Advokat Indonesia)