Kompas.com – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan tidak mempersoalkan gugatan hukum dengan ganti rugi sebesar Rp 1 triliun yang diajukan oleh Partai Persatuan Pembangunan (PPP) kubu Djan Faridz.
Luhut bahkan menganggap hal tersebut sebagai guyonan.
“Nanti saya mau tanya, dia mau apa, satu triliun (rupiah) lagi. Ya, mungkin bercanda saja dia,” ujar Luhut sambil tertawa saat ditemui seusai menjadi pembicara di Kantor PPATK, Jakarta, Selasa (15/3/2016).
Ketua tim kuasa hukum PPP Humphrey R Djemat mengatakan, gugatan tersebut khususnya dilayangkan kepada Presiden Joko Widodo sebagai tergugat I, Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan sebagai tergugat II, serta Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly sebagai tergugat III.
“Perlu diketahui bahwa gugatan ini adalah gugatan yang dilakukan pertama kali terhadap Presiden Jokowi, di mana tuntutan ganti ruginya sebesar Rp 1 triliun,” kata Humphrey.
Pada Oktober 2015, Mahkamah Agung membatalkan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang menyatakan sah surat keputusan Menkumham soal pengesahan PPP kubu Romahurmuziy.
Keputusan MA tersebut membuat Menkumham Yasonna Laoly mencabut surat keputusan pengesahan pengurus PPP hasil Muktamar Surabaya pimpinan Romahurmuziy pada Januari silam.
Menkumham lantas mengesahkan kembali pengurus PPP hasil Muktamar Bandung tahun 2011 dengan Suryadharma Ali sebagai Ketua Umum Partai dan Romahurmuziy sebagai sekretaris jenderal selama enam bulan.
Menkumham berharap kubu Romy dan Djan bisa bersatu melalui Muktamar Bandung dan menggelar muktamar islah dalam waktu dekat.
Namun, kubu Djan Faridz menilai, dihidupkannya lagi kepengurusan PPP hasil Muktamar Bandung adalah perbuatan melawan hukum.
(Kongres Advokat Indonesia)