Tempo.co – Berdiri di jalan depan rumahnya di RT 11 RW 5 Dukuh Brengkungan, Desa Pogung, Kecamatan Cawas, Kabupaten Klaten, Marso tampak tegar saat menyalami para pelayat yang terus berdatangan sejak petang hingga malam, Sabtu, 12 Maret 2016. “Maturnuwun yo (terima kasih ya),” kata lelaki berjanggut putih itu tiap menerima ucapan bela sungkawa.
Marso adalah ayah Siyono, 33 tahun, terduga teroris yang dikabarkan meninggal dunia saat menjalani proses pemeriksaan oleh Detasemen Khusus 88 Antiteror pada Jumat, siang lalu. Belum diketahui penyebab pasti meninggalnya ayah lima anak yang ditangkap pada Selasa malam lalu di masjid sebelah rumahnya.
Informasi yang diperoleh Tempo, jenazah Siyono diberangkatkan dari RS Polri Kramat Jati Jakarta melalui jalur darat. “Mobil yang membawa jenazah Siyono baru sampai di Kabupaten Pemalang sekitar pukul 20.30. Kemungkinan tiba di rumah duka pada Ahad dini hari,” kata sumberTempo.
Sesuai permintaan pihak keluarga, jenazah Siyono akan langsung disalatkan dan segera dimakamkan setiba di rumah duka.
Marso mengaku, mendengar kabar ihwal meninggalnya Siyono pada Jumat sore lalu. “Saya tidak tahu apa yang menyebabkan dia meninggal,” kata ayah empat anak itu. Bahkan, Marso juga belum mengetahui penyebab anak bungsunya itu ditangkap Densus 88.
Saat ditemui Tempo pada Jumat pagi lalu, kakak Siyono, Wagiyono, mengatakan, adiknya merantau ke Gorontalo, Sulawesi, sejak sekitar setahun lalu. Di Gorontalo, Siyono mengaku bertani kakao. “Kadang dia pulang kalau ada keperluan di rumah,” kata Wagiyono yang juga Ketua RT 11 RW 5 Dukuh Brengkungan.
Menurut Wagiyono, Siyono tidak pernah terlibat dengan kelompok atau organisasi tertentu. “Kalau dia diduga teroris, mana buktinya,” ujarnya. Dari hasil penggeladahan di rumah Siyono pada Kamis lalu, anggota Densus 88 hanya menyita sepeda motor, fotokopi KTP dan fotokopi Kartu Keluarga Siyono.
(Kongres Advokat Indonesia)