Republika.co.id – KPK memanggil ulang anggota Komisi V dari Fraksi Partai Golkar DPR Budi Supriyanto pada Senin (14/3) sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penerimaan hadiah atau janji dalam proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
“Penyidik telah melayangkan surat panggilan kedua untuk tersangka BSU (Budi Supriyanto) untuk dipanggil pada hari Senin, 14 Maret 2016,” kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha dalam konferensi pers di gedung KPK Jakarta, Jumat (11/3) malam.
KPK memanggil Budi pada Kamis (10/3), namun tidak memenuhi panggilan tersebut karena beralasan sakit dengan bekal surat keterangan sakit dari RS Roemani Muhammadiyah Semarang untuk menjalani istirahat selama tiga hari. “Dan jika tidak hadir pada kesempatan tersebut, penyidik dapat melakukan perintah membawa kepada yang bersangkutan,” kata Priharsa.
Dalam perkara ini, Direktur PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir diketahui mengeluarkan uang 404 ribu dolar Singapura agar PT WTU mendapat proyek-proyek di bidang jasa konstruksi yang dibiayai dana aspirasi DPR di Provinsi Maluku yang dicairkan melalui Kementerian PUPR.
Pada 2016, di wilayah II Maluku yang meliputi Pulau Seram akan ada 19 paket pekerjaan yang terdiri dari 14 jalan dan 5 jembatan dan masih dalam proses pelelangan.
Uang tersebut sebesar 99 ribu dolar Singapura diberikan kepada anggota Komisi V dari Fraksi PDI Perjuangan Damayanti Wisnu Putranti dan dua rekannya Julia Prasetyarini serta Dessy A Edwin.
Sedangkan 305 ribu dolar Singapura diberikan kepada anggota Komisi V dari Fraksi Partai Golkar Budi Supriyanto. Budi pernah melaporkan uang tersebut kepada Direktorat Gratifikasi KPK pada 1 Februari 2016 tapi ditolak karena menyangkut tindak pidana korupsi yang ditangnai KPK.
Abdul Khoir segera disidang, sedangkan Budi belum pernah diperiksa KPK sebagai tersangka hingga saat ini. Damayanti, Dessy dan Julia disangkakan pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dengan hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp1 miliar.
Sedangkan Abdul Khoir disangkakan pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 5 ayat (1) huruf b atau pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman pidana paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun ditambah denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta
(Kongres Advokat Indonesia)