Perusahaan tekstil PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex terbebas dari jerat pailit setelah seluruh kreditor perusahaan menyetujui skema perdamaian yang ditawarkan perusahaan.
Hal ini diputuskan dalam rapat putusan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) pada Jumat (21/1/2022) di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang.
Anggota Tim Pengurus PKPU Sritex, Martin Patrick Nagel mengatakan dalam putusan tersebut mayoritas kreditor setuju terhadap skema restrukturisasi yang diajukan perusahaan.
“Berdasarkan hasil rapat pemungutan suara tanggal 21 Januari 2022, mayoritas kreditor setuju atas rencana perdamaian yang disampaikan oleh Sritex,” kata Martin kepada CNBC Indonesia, Senin (24/1/2022).
Perusahaan memiliki kewajiban yang diajukan restrukturisasinya kepada kreditor senilai Rp 20 triliun, atau tepatnya Rp 19,96 triliun.
Dalam proposal perdamaian perusahaan yang diperoleh CNBC Indonesia, utang tersebut terdiri dari pinjaman bilateral senilai Rp 5,87 triliun dalam rupiah, dalam dolar Amerika Serikat sebesar US$ 178,95 juta dan dalam euro senilai € 7,5 juta. Lalu pinjaman sindikasi senilai US$ 350,02 juta dan utang obligasi global sebesar US$ 375 juta.
Proses PKPU ini sudah berkali-kali diperpanjang. Terakhir, perpanjangan diputuskan pengadilan pada 6 Desember 2021.
Saat itu rencananya akan dilakukan pengambilan suara (voting) terhadap proposal perdamaian yang diajukan perusahaan kepada seluruh kreditornya.
Namun, terdapat beberapa kreditur yang mengajukan perpanjangan PKPU tersebut. Untuk mengakomodir permintaan kreditor tersebut, perusahaan pun mengajukan perpanjangan tersebut kepada pengadilan.
Perpanjangan PKPU juga diajukan perusahaan pada akhir September 2021 lalu. Perpanjangan yang diajukan selama 77 hari sampai dengan 6 Desember 2021. Perpanjangan PKPU ini mengingat kompleksitas proses restrukturisasi utang perusahaan. CNBC