Panitia Kerja (Panja) Rancangan Undang-Undang (RUU) Kejaksaan RI, Adies Kadir, menyampaikan 11 poin perubahan subtansi dalam revisi Undang-Undang Nomor 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan RI.
Seluruh poin perubahan tersebut telah disepakati Komisi III dan pemerintah pada pembahasan tingkat I. “Secara singkat dapat dilaporkan beberapa perubahan penyesuaian dan penambahan substansi,” kata Adies, dalam rapat Komisi III, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (6/12/2021).
Perubahan pertama yakni pada bagian Ketentuan Umum, di antaranya soal definisi Kejaksaan RI, jaksa penuntut umum, serta penuntutan. Kedua, mengenai usia minimal pengangkatan jaksa dalam Pasal 9.
Panja menyepakati syarat usia untuk menjadi jaksa paling rendah 23 tahun dan paling tinggi 30 tahun pada pasal 9.
Kemudian, disepakati soal penegasan lembaga pendidikan khusus kejaksaan dalam pasal 9a. Adies mengatakan, lembaga ini akan berfungsi sebagai sarana pengembangan pendidikan di bidang profesi akademik, keahlian, dan kedinasan. Keempat, Pasal 11a terkait penugasan jaksa pada instansi selain kejaksaan Republik Indonesia.
Panja RUU Kejaksaan berpendapat penugasan ini bermanfaat untuk menambah wawasan pengetahuan pengalaman dan suasana baru bagi jaksa yang ditugaskan. Selanjutnya, soal perlindungan Jaksa dan keluarga dalam Pasal 8a.
Menurut Adies, penyesuaian standar perlindungan jaksa dan keluarganya di Indonesia sesuai standar perlindungan profesi jaksa yang diatur di dalam UN Guidelines on the Role of Prosecutors dan Internasional Association of Prosecutors (IAP). “Hal tersebut mengingat Indonesia telah bergabung menjadi anggota IAP sejak tahun 2006,” ujar Adies.
Perubahan lainnya mengenai perbaikan ketentuan pemberhentian jaksa baik secara hormat maupun tidak hormat. Adies mengatakan, perubahan batas usia pemberhentian jaksa dengan hormat pada pasal 12 UU Kejaksaan, yang semula 62 tahun menjadi 60. “Selain itu UU ini juga mengatur mengenai perbaikan ketentuan pemberhentian jaksa dengan tidak hormat,” kata Adies.
Ketujuh, soal perbaikan mengenai ketentuan tentang kedudukan jaksa agung sebagai pengacara negara yang disepakati dalam perubahan pada Pasal 18 ayat (2). Kedelapan, soal jaksa agung sebagai kuasa hukum perkara di Mahkamah Konstitusi (MK) dalam Pasal 18 ayat (3).
Adies menyampaikan, panja menambah ketentuan kedudukan tambahan bagi jaksa agung sebagai salah satu pihak yang berkuasa menangani perkara di MK bersama dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan/atau menteri lain yang ditunjuk oleh presiden.
Perubahan lainnya dalam hal pemberhentian jaksa agung, yakni dapat diberhentikan sesuai dengan berakhirnya masa jabatan presiden atau dalam satu periode bersama masa jabatan anggota kabinet. Jaksa agung juga bisa diberhentikan dalam masa jabatannya oleh presiden yang menjabat, serta jika melanggar soal larangan rangkap jabatan.
Kesepuluh, panja menyepakati beberapa penambahan tugas dan wewenang, seperti kewenangan pemulihan aset, kewenangan bidang intelijen, serta bidang hukum yang pengaturannya tetap menyesuaikan dengan UU yang mengatur intelijen negara.
Tugas lainnya yakni penyelengaraan kesehatan yustisial kejaksaan, melakukan mediasi penal, melakukan sita eksekusi, dan melakukan penyadapan berdasarkan UU khusus yang mengatur penyadapan dan penyelenggaraan pusat di bidang tindak pidana. Panja juga menambah tugas dan wewenang soal hubungan kerja sama serta komunikasi kejaksaan dengan instansi lain.
Kemudian, disepakati juga diskresi jaksa dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya dengan tetap memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan dan kode etik berlaku. “Untuk kepentingan penegakan hukum jaksa dan atau penuntut umum dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya,” kata Adies. Selanjutnya, terkait pendelegasian kewenangan penuntutan tindak pidana ringan pada penyidik pada pasal 34c.
Poin kesebelas, panja juga melakukan perbaikan pengaturan atas tugas dan wewenang jaksa agung pada pasal 35, 35a 35b dan 36. Penguatan tersebut, kata Adies, antara lain kewenangan jaksa agung yang bersifat sebagai advokat general.
“Pendelegasian sebagai kewenangan penuntut kepada auditor general untuk melakukan penuntutan dan penggunaan denda damai dalam penanganan tindak pidana ekonomi serta perbaikan rumusan penjelasannya,” kata Adies. KOMPAS