Kongres Advokat Indonesia yang saat ini dipimpin oleh Presiden Adv. Tjoetjoe Sandjaja Hernanto rupanya memiliki tips menarik untuk mengurangi gesekan di internal organisasi sehingga dapat meningkatkan produktifitas karena minimnya konflik yang muncul.
Salah satu cara Kongres Advokat Indonesia menghindari gesekan antar anggota terutama dalam perebutan tampuk tertinggi di organisasi adalah dengan meniadakan posisi Sekretaris Jenderal dalam struktur organisasi.
Biasanya saat munas, kongres, atau apa pun bentuk rapat tertinggi sebuah organisasi akan muncul kompetisi untuk memilih posisi tertinggi dalam struktural. Umumnya orang nomor satu dan nomor dua saat kongres akan bersaing, jika di KAI dulu itu ada Presiden dan Sekretaris Jenderal.
Dalam kompetisi pasti ada yang terpilih dan ada yang tidak terpilih, karena kompetisinya antara sosok pimpinan nomor satu dan nomor dua, yang keduanya dianggap sama-sama memiliki pengaruh, gesekannya dirasa mampu membuat organisasi masuk ke pusaran konflik.
“Hal seperti ini tidak hanya terjadi di KAI, tapi dibanyak organisasi ya,” kata Tjoetjoe menjelaskan fenomena yang hampir dialami banyak organisasi.
Menyiasati hal tersebut, dalam kongres nasional KAI yang terakhir di Surabaya, organisasi menyepakati bahwa posisi Sekretaris Jenderal dihapus, dan diganti dengan Sekretaris Umum.
“Sekretaris Umum fungsinya melayani semua kebutuhan pimpinan organisasi, pimpinan DPD, hingga seluruh anggota KAI di seluruh Indonesia,” tambah Tjoetjoe lagi.
Sehingga saat ini secara struktural pimpinan KAI terdiri dari Presiden dan Wakil-wakil Presiden.
Setelah itu, konflik yang bersifat destruktif dalam perebutan kekuasaan di KAI juga diminimalisir dengan kaderisasi yang jelas, sehingga tidak sembarangan orang bisa menduduki kursi Presiden Kongres Advokat Indonesia.
Presiden KAI hanya boleh berasal dari mereka yang pernah menjadi Vice President (Wakil Presiden) atau mereka yang pernah menjadi Ketua KAI DPD level provinsi.
KAI berusaha menjadi organisasi advokat yang produktif, meski nantinya akan ada kompetisi antar anggota, dengan adanya sistem yang telah diatur sedemikian rupa, diharapkan persaingan yang terjadi bersifat konstruktif.