Mahkamah Agung (MA) melepaskan mantan Direktur Utama PT PLN (Persero) Nur Pamudji dari hukuman tujuh tahun penjara terkait dengan korupsi pengadaan BBM jenis High Speed Diesel (HSD) PT PLN pada 2010 dengan dalih bukan merupakan perbuatan pidana.
“Alasan kasasi jaksa penuntut umum ditolak karena tidak beralasan hukum, sedangkan alasan kasasi terdakwa dapat dibenarkan. Sehingga meskipun perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, akan tetapi perbuatan tersebut bukan merupakan tindak pidana,” ujar Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro, melalui keterangan tertulis, Senin (19/7).
Berdasarkan hal tersebut, MA dalam putusannya mengabulkan permohonan kasasi terdakwa dan membatalkan putusan judex facti (tingkat pengadilan negeri dan pengadilan tinggi).
“Dengan mengadili sendiri, menyatakan perbuatan yang didakwakan terbukti tetapi perbuatan itu bukan merupakan tindak pidana, oleh karena itu terdakwa dilepaskan dari tuntutan hukum,” kata Andi.
Perkara ini diadili oleh hakim ketua Suhadi dengan anggota masing-masing Krisna Harahap dan Abdul Latif. Putusan dijatuhkan pada 12 Juli 2021.
Sebelumnya, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperberat hukuman Nur Pamudji menjadi tujuh tahun penjara dari semula enam tahun. Ia terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi terkait pengadaan BBM jenis High Speed Diesel (HSD) PT PLN pada 2010.
Nur Pamudji disebut memerintahkan panitia pengadaan PT PLN untuk memenangkan Tuban Konsorsium dari PT TPPI menjadi pemasok BBM jenis HSD tersebut untuk PLTGU Tambak Lorok dan PLTGU Belawan di pengadaan PT PLN tahun 2010.
Perintah itu pun berjalan mulus dengan Tuban Konsorsium sebagai pemenang. Padahal, konsorsium itu dianggap tidak laik dan tidak memenuhi syarat untuk ditetapkan sebagai pemenang lelang. Kontrak pun ditandatangani pada 10 Desember 2010 sampai dengan 10 Desember 2014.
Pada akhirnya Tuban Konsorsium tidak dapat memenuhi pasokan BBM jenis HSD di PLTGU Tambak Lorok dan PLTGU Belawan sesuai perjanjian. CNNINDONESIA