Sarjana Hukum memiliki beban moral lebih karena akan menjadi para aparat penegak hukum atau intelektual yang menjadi wasit di masyarakat. Oleh sebab itu, fakultas hukum harus bisa menempa dan menyiapkan para mahasiswanya menghadapi ‘rimba’ hukum.
“Tuntutan integritas bagi lulusan fakultas hukum merupakan satu hal yang utama. Mengingat profesi hukum sangat strategis karena sebagai representasi negara dalam mengatasi pelanggaran hukum oleh pihak-pihak tertentu sekaligus wasit untuk menyelesaikan berbagai sengketa atau konflik yang ada di masyarakat,” kata Dekan Fakultas Hukum Universitas Jember (Unej), Dr Bayu Dwi Anggono kepawa wartawan, Selasa (22/6/2021).
Dalam kurikulum di FH Unej, kata Bayu, nilai integritas tidak cukup sekadar diajarkan melalui satu mata kuliah yaitu etika dan tanggung jawab profesi hukum yang lazim ditempuh oleh mahasiswa fakultas hukum. Integritas harus menjadi arus utama secara keseluruhan dalam penyelenggaraan pendidikan hukum baik aspek akademik maupun non akademik.
“Untuk Fakultas Hukum Universitas Jember (FH Unej) sendiri nilai integritas sebagai arus utama telah dijadikan bagian dari visi dan misi fakultas. Visi FH Unej adalah mewujudkan fakultas hukum yang unggul berlandaskan ilmu, amal, dan integritas,” papar ahli hukum perundang-undangan itu.
Pengertian integritas dalam visi tersebut adalah sifat kejujuran, membuktikan tindakannya sesuai dengan ucapannya, dan hal mutlak yang harus melekat dalam setiap kaum intelektual hukum. Dari visi tersebut maka nilai integritas bukan sekadar hanya kata yang hanya cukup diketahui, namun juga perlu dihayati dan diamalkan oleh segenap civitas akademika FH Unej.
“Baik mahasiswa, dosen maupun karyawan,” tegas Bayu.
Untuk menjadikan nilai integritas menjadi terinternalisasi dan dipraktikkan oleh mahasiswa fakultas hukum maka berbagai upaya telah ditempuh oleh FH Unej. Mulai dari memigrasikan layanan akademik dan non akademik yang selama ini manual/offline menjadi online berbasiskan teknologi melalui Sistem Layanan Terpadu FH Unej (Silat Hukum).
“Keberadaan layanan Silat Hukum dapat meminimalisir praktik-praktik tidak terpuji yang bertentangan dengan nilai integritas yang kadang terjadi apabila layanan akademik dan non akademik dilakukan secara manual. Melalui Silat Hukum mahasiswa diajarkan bahwa tanpa memberi sesuatu pun kepada pihak-pihak tertentu di fakultas maka layanan yang diberikan kepada mereka adalah layanan terbaik,” papar Bayu.
“Harapnnya keteladanan di fakultas ini akan mereka ikuti ketika mereka bekerja mengemban profesi hukum,” sambung Bayu.
Berikutnya, masih kata Bayu, FH Unej juga berpartisipasi dalam program Zona Integritas dan Wilayah Bebas Korupsi (ZI-WBK) yang penilaiannya dilakukan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB). Keikutsertaan ini mengharuskan FH UNEJ baik dosen maupun karyawan secara sistematis dan terukur wajib menjamin bahwa seluruh proses penyelenggaraan pendidikan bebas dari korupsi.
“Keikutsertaan FH Unej dalam program ZI-WBK ini tentu melibatkan mahasiswa dalam pelaksanaannya sehingga mahasiswa akan memahami betapa pentingnya nilai integritas,” terang Bayu.
Nilai integritas juga diajarkan sejak dini dengan mengenalkan konsep ilmu dan amal di mana mahasiswa diajak ikut serta dalam berbagai program pengabdian yang langsung bersentuhan dengan para pencari keadilan. Salah satunya adalah Pos Bantuan Hukum (Posbakum) FH Unej di Pengadilan Negeri.
“Melalui Posbakum mahasiswa akan langsung beriteraksi dengan para pencari keadilan utamanya yang kurang mampu sehingga akan terbangun kepekaaan sosial saat mereka nantinya menjadi pengemban profesi hukum,” tutur alumnus FH Unej itu.
Nilai integritas harus diterapkan melalui tindakan. Keterbukaan dan transparansi pengelolaan anggaran diterapkan, di mana mahasiswa, dosen dan karyawan dilibatkan dalam perencanaan kerja tahunan fakultas, termasuk dapat secara mudah mengakses rencana anggaran dan penggunaannya dipraktikkan oleh FH Unej.
“Terakhir nilai integritas juga butuh ketegasan. Ketegasan dibutuhkan saat ditemukan pelanggaran di fakultas baik plagiarisme maupun pembuatan skripsi, tesis, disertasi oleh joki dan lain-lain. Termasuk di dalamnya apabila ditemukan indikasi praktik-praktik tidak terpuji oleh oknum dosen terkait pelaksanaan kewajibannya dalam proses perwalian, pengajaran maupun pembimbingan. Apabila terdapat laporan mengenai hal tersebut dan laporan tersebut terbukti maka tindakan tegas (berupa) pemberian sanksi akan dijatuhkan,” beber Bayu.
Meski demikian, Bayu mengingatkan, tentu semua upaya menjadikan integritas sebagai arus utama dalam pengelolaan pendidikan tinggi hukum, tidak 100 persen menjamin bahwa lulusan fakultas hukum tidak akan terlibat praktik tidak terpuji saat mengemban profesi hukum. Karena lingkungan di dunia kerja maupun faktor lainnya juga sangat mempengaruhi sejauh mana mereka teguh memegang integritas sepanjang hidupnya.
“Namun semua upaya tadi setidaknya menunjukkan pengelola pendidikan tinggi hukum tidak diam dan terus berupaya menghasilkan lulusan yang berkualitas dan berintegritas,” pungkas Bayu. DETIK