DETIK – Mahkamah Konstitusti (MK) menyatakan KPK adalah bagian eksekutif sehingga bisa menjadi objek DPR untuk dipansuskan/angket. Pendapat ini bergeser dari pendapat MK 12 tahun silam yang menyatakan KPK adalah bagian yudikatif dan independen. Apa kabar MK?
Berdasarkan putusan yang dikutip detikcom dari website MK, Jumat (9/2/2018), terjadi perbedaan mencolok MK tersebut. Berikut perbandingannya:
Putusan 012-016-019/PUU-IV/2006
MK melihat KPK adalah bagian yudikatif. Berikut pertimbangannya:
1. Trias Politika Klasik Sudah Ketinggalan Zaman
Dalam perkembangan sistem ketatanegaraan saat ini, sebagaimana tercermin dalam ketentuan hukum tata negara positif di banyak negara, terutama sejak abad ke-20, keberadaan komisi-komisi negara semacam KPK telah merupakan suatu hal yang lazim. Menurut MK, doktrin klasik tentang pemisahan kekuasaan negara ke dalam tiga cabang kekuasaan kini telah jauh berkembang. Antara lain ditandai oleh diadopsinya pelembagaan komisi-komisi negara yang di beberapa negara bahkan bersifat kuasi lembaga negara yang diberi kewenangan melaksanakan fungsi-fungsi kekuasaan negara.
2. Tujuan KPK untuk Menegakan Pancasila dan UUD 1945
Di samping itu, di satu pihak, keberadaan suatu lembaga negara untuk dapat disebut sebagai lembaga negara tidaklah selalu harus dibentuk atas perintah atau disebut dalam UUD, melainkan juga dapat dibentuk atas perintah undang-undang atau bahkan peraturan perundang-undangan yang lebih rendah.
Di pihak lain, disebut atau diaturnya suatu lembaga negara dalam UUD tidak selalu menunjukkan kualifikasi hukum bahwa lembaga negara itu memiliki derajat kedudukan lebih penting daripada lembaga-lembaga negara lain yang dibentuk bukan atas perintah undang-undang dasar.
Demikian pula, hanya karena suatu lembaga negara diatur atau disebut dalam UUD tidak juga secara otomatis menunjukkan bahwa lembaga negara dimaksud sederajat dengan lembaga negara lain yang sama-sama diatur atau disebut dalam UUD.
“KPK dibentuk dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera berdasarkan Pancasila dan UUD1945, karena pemberantasan tindak pidana korupsi yang terjadi sampai sekarang belum dapat dilaksanakan secara optimal,” ujar MK.
3. KPK Bagian Yudikatif
Pemberantasan tindak pidana korupsi perlu ditingkatkan secara profesional, intensif, dan berkesinambungan karena korupsi telah merugikan keuangan negara, perekonomian negara, dan menghambat pembangunan nasional. Sementara itu, lembaga yang menangani perkara tindak pidana korupsi belum berfungsi secara efektif dan efisien dalam memberantas tindak pidana korupsi.
“Sehingga pembentukan lembaga seperti KPK dapat dianggap penting secara konstitusional (constitutionally important) dan termasuk lembaga yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud oleh Pasal 24 Ayat (3) UUD 1945,” ujar MK.
4. Independensi KPK Penting
MK menyatakan dengan tegas bahwa independensi dan bebasnya KPK dari pengaruh kekuasaan mana pun dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya justru menjadi penting agar tidak terdapat keragu-raguan dalam diri pejabat KPK.
“Sebab, sesuai dengan ketentuan Pasal 11 UU KPK, pihak-pihak yang paling potensial untuk diselidiki, disidik, atau dituntut oleh KPK karena tindak pidana korupsi terutama adalah aparat penegak hukum atau penyelenggara negara. Dengan kata lain, pihak-pihak yang paling potensial untuk diselidiki, disidik, atau dituntut oleh KPK karena tindak pidana korupsi itu adalah pihak-pihak yang memegang atau melaksanakan kekuasaan negara,” terang MK.
Putusan 36/PUU-XV/2017
12 Tahun berlalu, MK balik badan menilai KPK. Kini, MK menilai KPK adalah bagian dari eksekutif dan bisa dipansuskan DPR. Demikian point pertimbangannya”
1. KPK Bagian Eksekutif
Dalam pertimbangannya, MK menilai KPK masuk ke dalam ranah eksekutif. Oleh sebab itu, DPR dinilai berhak menggunakan hak angket terhadap KPK.
“Bahwa tidaklah dapat dijadikan landasan untuk menyatakan hak angket DPR tidak meliputi KPK sebagai lembaga independen. Karena secara tekstual jelas bahwa KPK adalah organ atau lembaga yang termasuk eksekutif dan pelaksana undang-undang di bidang penegakan hukum khususnya dalam pemberantasan tindak pidana korupsi,” ujar MK.
2. DPR Berhak Mempansuskan KPK
Hakim juga menilai DPR berhak meminta pertanggungjawaban dari KPK sebagai pelaksanaan tugas kewenangannya. Meskipun, KPK disebut sebagai lembaga independen.
“Menimbang walaupun dikatakan KPK independen dalam arti bebas dari pengaruh kekuasaan lain, namun DPR sebagai wakil rakyat berhak meminta pertanggungjawaban pelaksanaan tugas dan kewenangan KPK,” ujar MK.
3. KPK Layaknya Kepolisian dan Kejaksaan
KPK merupakan lembaga yang berada di ranah eksekutif yang melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan dalam perkara tindak pidana korupsi yang sejatinya merupakan kewenangan Kepolisian dan/atau Kejaksaan. Bahkan engan mengingat fungsi KPK sebagai lembaga khusus untuk mendorong agar pemberantasan korupsi dapat berjalan secara efektif, efisien, dan optimal, maka dapat disimpulkan dengan sendirinya bahwa KPK dapat menjadi objek dari hak angket DPR dalam fungsi pengawasannya.
Dengan demikian, dalam melaksanakan fungsi pengawasannya, DPR dapat menggunakan hak-hak konstitusionalnya termasuk hak angket terhadap KPK hanya terbatas pada hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas dan kewenangan KPK selain pelaksanaan tugas dan kewenangan yang berkaitan dengan tugas dan kewenangan yudisialnya (penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan).
Dalam rangka penegakan hukum, Kepolisian, Kejaksaan dan KPK adalah lembaga yang diberikan tugas dan kewenangan melaksanakan undang-undang yang salah satunya adalah pemberantasan tindak pidana korupsi. Meskipun KPK merupakan komisi yang bersifat independen sebagaimana yang diatur dalam UU KPK, namun telah jelas bahwa dalam menjalankan tugas dan kewenangannya sebagaimana institusi kepolisian dan kejaksaan melaksanakan tugas dan kewenangan pemerintahan yang masuk dalam ranah eksekutif.
4. KPK Bukan Yudikatif
KPK merupakan lembaga penunjang yang terpisah atau bahkan independen, dari departemen eksekutif, akan tetapi sebenarnya “eksekutif”. Dalam pandangan Mahkamah, KPK sebenarnya merupakan lembaga di ranah eksekutif, yang melaksanakan fungsi-fungsi dalam domain eksekutif, yakni penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan.
KPK jelas bukan di ranah yudikatif, karena bukan badan pengadilan yang berwenang mengadili dan memutus perkara. KPK juga bukan badan legislatif, karena bukan organ pembentuk undang-undang.