VIVA – Pengembangan Vaksin Nusantara masih menjadi polemik di masyarakat saat ini. Perjalanan vaksin itu hingga akhirnya bisa digunakan kepada masyarakat dinilai masih panjang.
Epidemiolog dari Universitas Griffith, Brisbane, Australia, Dicky Budiman mengimbau, Pemerintah jangan cepat mengklaim secara berlebihan Vaksin Nusantara. Sebab menurutnya, efektifitas vaksin itu masih harus dibuktikan secara ilmiah.
“Tidak boleh ada satu produk kesehatan baik itu obat, vaksin diintervensi oleh ekonomi atau politik. Jadi, harus dipimpin prosedur ilmiah,” ujar Griffith dikutip dari keterangannya, Minggu 14 Maret 2021.
Dicky menegaskan, penggunaan vaksin itu kalau tidak disertai bukti ilmiah vaksin itu sangat berbahaya. Masyarakat nantinya yang akan jadi korban.
“Apalagi vaksin (nusantara) dendritik yang belum memiliki bukti atau efiden ilmiah terkait peran vaksin seperti ini untuk penyakit menular,” tuturnya.
Dalam Rapat Kerja bersama Komisi IX DPR RI, Rabu, 10 Maret 2021, Komisi mempertanyakan soal izin uji klinis Vaksin Nusantara yang belum dikeluarkan Badan Pengawas Obat dan Makanan (POM).
Kepala Badan POM Penny K Lukito kala itu tidak independen karena tidak meluluskan izin vaksin yang digagas mantan Menkes Terawan Agus Putranto. Apalagi, Vaksin Nusantara ini digagas Universitas Diponegoro dan Rumah Sakit Umum Pusat Dokter Kariadi.
Menjawab hal tersebut, Penny mengatakan, pengembangan Vaksin Nusantara belum sesuai uji klinis sehingga izin tahap dua belum bisa keluarkan.
Menurut Dicky, apabila Vaksin Nusantara dipaksakan justru akan berisiko besar, baik materil maupun Kesehatan. Selain karena tidak visible, manfaat kesehatan masyarakat dari penggunaan vaksin tersebut belum tentu ada.
“Ini namanya tidak efisien dan efektif,” tambahnya.
Dia menjelaskan penggunaan vaksin seperti Sinovac, Astrazeneca butuh resources besar, sumber daya manusia, atensi dan lainnya. “Nah jangan dihabiskan oleh satu potensi vaksin (nusantara) ini yang tidak visible,” ujarnya.
Dicky lantas menyinggung vaksin Merah Putih yang sedang dikembangkan Lembaga Biologi Molekular (LBM) Eijkman. Pengembangan vaksin Merah Putih, kata dia, jelas bisa dipertangungjawabkan secara ilmiah.
“Ada potensi manfaatnya dan basis ilmiahnya jelas. Bahkan secara public health juga besar. Itu yang harus diarahkan.”
Adapun Ketua Satgas Covid-19 Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia Zubairi Djoerban mendukung Penny Lukito yang belum memberikan izin uji klinis tahap dua Vaksin Nusantara.
“Kalau belum memenuhi kaidah klinis, ya beliau (Penny) akan bilang belum. Integritas Badan POM juga sudah teruji ketika merilis EUA untuk Sinovac,” ujarnya.
Zubairi menyatakan, dukungan untuk pengembangan obat dan vaksin dalam rangka kemandirian Indonesia di bidang farmasi. Namun ditegaskan, harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
“Saya yakin bisa, asalkan sesuai dengan kaidah-kaidah ilmiah,” kata Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.