HUKUMONLINE – Pasal 22 ayat (1) Permenkumham 34/2017 disebutkan, bila hasil pemeriksaan dan/atau verifikasi dinyatakan bahwa status Partai Politik sedang dalam perselisihan internal, Menteri tidak memberikan Hak Akses kepada Pemohon.
Drama perebutan pucuk kepemimpinan di DPP Partai Demokrat berakhir dengan Kongres Luar Biasa (KLB) di Deli Serdang, Sumatera Utara, Jum’at (5/3/2021) kemarin. Hasilnya, memilih Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko sebagai ketua umum Partai Demokrat periode 2021-2025. Kongres yang dipimpin Jhoni Allen ini, hasilnya juga menyebutkan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dinyatakan demisioner sebagai pimpinan Partai Demokrat.
Sementara itu, Marzuki Alie, yang dipecat secara tidak hormat dari keanggotaan Partai Demokrat versi AHY, ditunjuk sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat versi KLB untuk periode 2021-2025. Kongres Luar Biasa ini, dinilai tidak sah oleh jajaran pengurus Partai Demokrat kubu AHY karena tidak sesuai Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Demokrat.
Ketua Umum Partai Demokrat AHY meminta Kemenkumham RI agar menolak gerakan pengambilalihan kepemimpinan Partai Demokrat ini. “Saya hadir hari ini dengan niat yang baik untuk menyampaikan surat resmi kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dan jajaran Kemenkumham untuk menyampaikan keberatan dan menolak gerakan pengambilalihan,” kata AHY di Kantor Kemenkumham Jakarta, Senin (8/3/2021) seperti dikutip Antara.
Kedatangan AHY didampingi Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrat Teuku Riefky Harsya dan 33 Ketua DPD yang mewakili seluruh ketua DPD dan para kader partai berlambang mercy di wilayah Indonesia. “Mereka adalah para pemilik suara yang sah,” ujar AHY.
AHY menegaskan KLB Partai Demokrat di Deli Serdang, Sumatera Utara, pada 5 Maret merupakan ilegal dan tidak sesuai dengan AD dan ART. “Kami menyebut sebagai kegiatan yang ilegal, inkonstitusional, dan KLB abal-abal,” sebutnya.
Dia mengaku telah menyiapkan sejumlah bukti dan berkas lengkap guna memastikan KLB Demokrat di Deli Serdang tidak sesuai AD dan ART Partai Demokrat. Para peserta yang hadir dinilainya bukan pemegang suara sah dan hanya dipakaikan jaket dan jas partai saja. “Jadi seolah-olah mereka mewakili pemilik suara yang sah,” ucap AHY.
Selain itu, AHY mengatakan proses pengambilan keputusan juga tidak sah. Sebab, tidak memenuhi kuorum, tidak ada unsur DPP. Seharusnya sesuai AD/ART, KLB bisa diselenggarakan jika disetujui sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah Ketua DPD seluruh Indonesia. “Nyatanya 34 Ketua DPD ada di sini semua,” klaimnya.
Kemudian pelaksanaan KLB minimal sekurang-kurangnya setengah dari jumlah Ketua DPC se-Indonesia. Namun, lagi-lagi nyatanya para Ketua DPC tidak mengikuti KLB tersebut. Terakhir, KLB harus disetujui oleh Ketua Majelis Tinggi Partai. Faktanya, sama sekali tidak ada permintaan, apalagi persetujuan dari Majelis Tinggi Partai. “Semua ini menggugurkan semua klaim, semua hasil, dan produk yang mereka hasilkan pada KLB tersebut,” katanya.
Kemenkumham RI akan mempelajari dan menelaah lebih lanjut dokumen-dokumen yang diserahkan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). “Kami menerima kunjungan Pak AHY bersama tim beliau untuk mendengarkan apapun yang disampaikan. Apa yang disampaikan AHY akan dipelajari terlebih dahulu dan tentunya membutuhkan waktu,” kata Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) Kemenkumham RI Cahyo R Muzhar usai menerima kunjungan AHY.
Dengan begitu, digelarnya KLB yang memilih ketua umum dan pengurus partai yang baru dapat dipastikan Partai Demokrat menjadi terbelah antara kubu pendukung Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan Moeldoko. Selanjutnya, drama saling klaim dan saling gugat nampaknya akan terus terjadi yang diawali kubu AHY yang telah mendatangi Kantor Kemenkumham sebagaimana yang pernah terjadi dalam konflik dualisme partai lain.
Sebab, Kemenkumham dianggap sebagai institusi yang berwenang mengesahkan legalitas kepengurusan partai politik berdasarkan Permenkumham No.34 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pendaftaran Pendirian Badan Hukum, Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, Serta Perubahan Kepengurusan Partai Politik. Jadi, bukan tidak mungkin, kubu Moeldoko bakal segera mendaftarkan kepengurusan Partai Demokrat hasil KLB Deli Serdang.
Lalu, sejauh mana kewenangan Kemenkumham dalam pengesahan badan hukum dan kepengurusan partai politik?
Dalam Pasal 1 angka 2 dan 3 Permenkumham 3/2107 disebutkan pendaftaran partai politik adalah pendaftaran pendirian dan pembentukan untuk mendapat pengesahan sebagai Badan Hukum Partai Politik. Badan hukum partai politik adalah subjek hukum berupa organisasi partai politik yang telah mendapat pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.
“Pendirian Badan Hukum Partai Politik, perubahan AD Partai Politik dan/atau ART Partai Politik, dan perubahan kepengurusan Partai Politik wajib didaftarkan kepada Menteri melalui permohonan,” demikian bunyi Pasal 2 ayat (1) Permenkumham 34/2017 ini.
Pendaftaran dilakukan dengan cara mengisi format pendirian Badan Hukum Partai Politik secara elektronik yang memuat data Pemohon; data isian; dan dokumen persyaratan. Misalnya, data isian memuat nama Partai Politik; lambang atau tanda gambar yang tidak mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan nama, lambang, atau tanda gambar yang telah dipakai secara sah oleh Partai Politik lain; kepengurusan tingkat pusat; kepengurusan setiap daerah provinsi dan paling sedikit 75% dari jumlah daerah kabupaten/kota pada daerah provinsi yang bersangkutan dan paling sedikit 50% dari jumlah kecamatan pada daerah kabupaten/kota yang bersangkutan; dan lain-lain.
Dokumen persyaratan, seperti surat permohonan yang ditandatangani Pemohon sesuai AD dan ART Partai Politik; satu salinan sah akta notaris tentang pendirian Partai Politik; Surat Keputusan tentang kepengurusan tingkat pusat, daerah provinsi, daerah kabupaten/kota dan kecamatan; dan lain-lain. Menteri melalui Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum melakukan pemeriksaan dan/atau verifikasi terhadap permohonan yang telah dilengkapi dengan dokumen fisik.
“Pemohon harus menyampaikan dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) secara fisik kepada Menteri paling lambat sebelum pendaftaran pendirian Badan Hukum berakhir,” demikian bunyi Pasal 6 Permenkumham 34/20217 ini.
Dalam Pasal 21 ayat (1) Permenkumham 34/2017 ini disebutkan untuk dapat mengajukan permohonan perubahan kepengurusan Partai Politik, Pemohon wajib mengunggah surat keterangan tidak dalam perselisihan internal Partai Politik dari mahkamah partai yang sesuai dengan AD Partai Politik dan/atau ART Partai Politik. Permohonan ini wajib dilakukan pemeriksaan dan/atau verifikasi.
Hal penting dalam Pasal 22 ayat (1) disebutkan, bila hasil pemeriksaan dan/atau verifikasi dinyatakan bahwa status Partai Politik sedang dalam perselisihan internal, Menteri tidak memberikan Hak Akses kepada Pemohon. Sebaliknya, bila hasil pemeriksaan dan/atau verifikasi dinyatakan bahwa status Partai Politik tidak sedang dalam perselisihan internal, Menteri memberikan Hak Akses kepada Pemohon.
“Dalam hal hasil pemeriksaan dan/atau verifikasi dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 dinyatakan lengkap, Menteri menetapkan keputusan tentang perubahan kepengurusan Partai Politik. Penetapan keputusan dilakukan paling lama 7 Hari terhitung sejak tanggal permohonan dinyatakan lengkap,” demikian bunyi Pasal 30 Permenkumham 34/2017 ini.
Tapi, praktiknya, terbitnya Keputusan Menteri Hukum dan HAM terkait pengesahan kepengurusan parpol yang tengah mengalami konflik internal kerap berujung gugatan ke Pengadilan Negeri atau Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), seperti terjadi dalam kasus perseteruan dualisme kepemimpinan Partai Golkar kubu Abu Rizal Bakrie (ARB) dan Agung Laksono pada 2014 silam.
Belum lama ini, Menkumham Yasonna H Laoly juga digugat Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto ke PTUN Jakarta. Gugatan telah didaftarkan pada 21 September 2020 dengan nomor perkara 182/G/2020/PTUN.JKT ini terkait Keputusan Yasonna mengesahkan kepengurusan DPP Partai Berkarya 2020-2025 yang dipimpin Muchdi Purwopranjono selaku Ketua Umum Partai Berkarya.