METROTV – Pengacara mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara, Maqdir Ismail, tidak setuju dengan penggunaan hukuman mati kepada pelaku korupsi. Hukuman itu dianggap berlebihan.
“Tidak ada keadaan yang dapat digunakan untuk menghukum atau menuntut Pak Juliari Batubara dengan hukuman atau tuntutan hukuman mati,” kata Maqdir melalui keterangan tertulis, Rabu, 17 Februari 2021.
Menurut dia, penggunaan hukuman mati dalam kasus dugaan suap pengadaan bantuan sosial (bansos) di Kementerian Sosial masuk dalam kategori overcriminalization (kriminalisasi berlebihan). Pelaku rasuah dalam kasus itu dinilai masih berhak bertobat.
Dia menyayangkan isu hukuman mati untuk koruptor ini mencuat. Para pejabat yang ikut meramaikan dinilai hanya memperkeruh suasana.
“Sebaiknya pejabat tidak mengumbar pernyataan-pernyataan seperti ini. Pernyataan seperti akan menjadi beban bagi penegak hukum,” tegas Maqdir.
Sementara itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan tak bisa sembarang menjatuhkan tuntutan hukuman mati terhadap pelaku rasuah. Hal ini berlaku termasuk kepada tersangka kasus suap pengadaan bansos di Kementerian Sosial.
Pelaksana tugas juru bicara KPK Ali Fikri mengakui hukuman mati diatur Pasal 2 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). Sebelum menggunakan pasal itu, penyidik perlu membuktikan Pasal 2 Ayat 1 UU Tipikor.
“Bukan hanya soal karena terbuktinya unsur ketentuan ‘keadaan tertentu’ saja untuk menuntut hukuman mati namun tentu seluruh unsur Pasal 2 Ayat 1 juga harus terpenuhi,” kata Ali melalui keterangan tertulis, Rabu, 17 Februari 2021.
KPK memahami keinginan masyarakat untuk menjatuhkan hukuman mati bagi tersangka kasus dugaan korupsi bansos sebagai tindakan tegas aparat hukum. Namun, Ali mengatakan kasus ini masih masuk kategori suap.