HUKUMONLINE.COM – Sebagai sebuah profesi, advokat memiliki sisi bisnis dan tanggung jawab moral yang seharusnya berjalan beriringan. Dalam praktik, bila kebutuhan dan kepentingan klien tak sesuai harapan bisa berimbas retaknya hubungan antara advokat dan klien dengan berbagai sebab. Untuk itu, penting bagi keduanya untuk menjaga hubungan yang baik agar kepentingan advokat dan klien terpenuhi secara seimbang.
Advokat Senior sekaligus Founding Partners Adams & CO, David M.L. Tobing berbagi pengalaman bagaimana cara menjaga hubungan baik dengan klien dalam diskusi secara daring bertajuk “Jurus Agar Lawyer Tidak Digugat Klien” live Facebook Hukumonline, Jumat (22/1/2021).
David mengatakan salah satu hal terpenting menjaga hubungan baik antara advokat dan klien yakni segala bentuk pelayanan hukum yang diberikan advokat harus tertuang secara tertulis dalam perjanjian dengan klien.
Perjanjian itu memuat hak dan kewajiban masing-masing pihak. Misalnya, tentang biaya, setidaknya harus menjelaskan berapa ongkos yang diberikan untuk advokat berikut dengan pajaknya. Kemudian biaya transportasi, akomodasi, gugatan ke pengadilan, dan success fee.
Perjanjian ini penting untuk dibuat sekalipun perkara ditangani oleh advokat dilakukan secara pro bono (gratis). Misalnya, untuk perkara pro bono bisa dijelaskan dalam perjanjian itu bahwa layanan tidak dikenakan biaya dan sebagainya.
“Jika memang pro bono, advokat harus komitmen sejak awal sampai akhir bahwa ini ditangani secara pro bono, ini perlu diatur (dituangkan, red) dalam perjanjian,” kata dia.
David mengingatkan kepada advokat bahwa klien harus diasumsikan buta hukum, tidak mengerti hukum formil dan materil. Oleh karena itu, tugas advokat untuk menjelaskan bagaimana proses dan tahapan gugatan di pengadilan hingga upaya hukum tingkat kasasi di Mahkamah Agung (MA). Perlu dijelaskan pula kepada klien tentang proses eksekusi puitusan dan biayanya.
“Sekaligus success fee, harus jelas di tahap mana advokat bisa mendapatkannya. Sebaiknyan success fee baru diterima setelah klien mendapatkan haknya secara riil,” saran David.
Menurut David, biaya layanan dapat berpotensi menjadi sebab terganggunya hubungan baik antara advokat dengan klien. David menyebut salah satu klien yang pernah dibantunya tidak membayar ongkos layanan. Jika kesepakatan tentang biaya ini tidak diatur jelas dalam perjanjian, dapat menyebabkan advokat tidak mau lagi memperjuangkan hak klien.
“Ada juga kasus dimana klien menggugat advokatnya karena layanan hukum yang diberikan dianggap tidak sesuai,” ungkapnya.
Terlepas dari itu, David menyarankan agar advokat harus bekerja secara profesional dan terikat dengan kode etik. Salah satunya, harus menjaga informasi kliennya. Jika hubungan antara advokat dan klien tidak baik yang berujung salah satunya mengajukan gugatan, maka rahasia klien akan terbongkar. Misalnya mengenai berapa fee yang dibayar untuk advokat dan lainnya.
“Advokat harus banyak pertimbangan karena dia memiliki kode etik atau etika profesi,” pesannya.
Di sisi lain, David mengingatkan kepada setiap klien yang membutuhkan jasa hukum untuk jujur kepada advokat yang membantunya. Klien harus menyampaikan apapun terkait perkara yang dihadapinya. David punya pengalaman dimana kliennya tidak memberitahukan terkait dokumen yang diajukan untuk pembuktian.
Setelah dokumen itu diajukan untuk pembuktian, kata David, pihak lawan melaporkan dokumen itu kepada kepolisian karena dicurigai dokumen itu tidak ditandatangani di dalam negeri. “Maka dari itu, mengenai hal ini pun perlu diatur juga dalam perjanjian antara advokat dengan kliennya.”
Seperti diketahui, sepanjang tahun 2020 ini tercatat dua nama advokat senior mengajukan perkara permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) terhadap kliennya. Permohonan pertama diajukan Juniver Girsang pada Maret 2020 dan telah diputus pada 24 Juli 2020. Juniver mengajukan PKPU atas success fee (honor keberhasilan menangani perkara) untuk PT Karya Citra Nusantara yang telah ia bantu memenangkan perkara.
Permohonan kedua, diajukan Otto Hasibuan yang mengajukan permohonan PKPU untuk Djoko Tjandra pada akhir September 2020. Perkara PKPU oleh Otto itu masih dalam proses persidangan. Penelusuran Hukumonline menemukan sengketa hukum advokat dengan (mantan) klien sudah sering terjadi di Indonesia. Beberapa perkara pernah diputus pengadilan berkaitan gugatan advokat kepada klien atau sebaliknya.
Salah satunya, gugatan Sumatra Partners kepada firma hukum Ali Budiarjo, Nugroho, Reksodiputro (ABNR) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 2014 silam. Sumatera Partners menggugat ABNR senilai AS$4 juta karena dianggap telah melakukan malpraktik ketika memberi opini kepada Sumatra. ABNR dinilai telah lalai melakukan pengecekan, sehingga terjadi fidusia ganda, adanya bank garansi palsu, dan melibatkan advokat asingnya dalam memberi opini padahal hal tersebut dilarang undang-undang di Indonesia.