TEMPO.CO – Mahkamah Agung menyampaikan tiga alasan mengapa mengabulkan permohonan Peninjauan Kembali yang diajukan terpidana kasus korupsi. “Pertama, karena disparitas pemidanaan,” kata Wakil Ketua MA Bidang Yudisial Andi Samsan Nganro dalam sebuah diskusi bertema PK Jangan Jadi Jalan Suaka di Jakarta, Jumat, 22 Januari 2021.
Dalam dikusi yang diadakan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi itu disebutkan bahwa setidaknya 65 terpidana korupsi mengajukan upaya PK pada 2020. Menurut Andi Samsan, fakta menunjukkan ada tindak pidana yang dilakukan oleh beberapa orang, tapi dalam persidangan berkasnya ada yang diajukan terpisah.
“Meski pada hakikatnya tindak pidana dilakukan oleh beberapa orang sehingga pemeriksaannya juga terpisah dan hasil pemeriksaan perkara juga tidak diajukan serempak,” ungkap Andi Samsan.
Hasilnya, ada terpidana yang sudah diputus lebih dulu, ada yang belum. Majelis hakim yang mengadili juga dapat berbeda-beda, baik di tingkat pertama, banding maupun kasasi sehingga memutuskan putusan yang berbeda-beda. “Jadi ada terpidana yang merasa dirinya lebih berat hukumannya, padahal perbuatan sama. Lalu ada juga yang sudah mengembalikan uang hasil pidana tapi merasa hukumannya juga berat, nah itu dijadikan alasan PK,” papar Andi Samsan.
Kedua, MA menemukan ada terpidana merupakan pelaku utama, tapi malah dihukum lebih ringan. “Sementara terpidana yang bukan pelaku utama malah dihukum lebih berat. Jadi merasa tidak adil, dan dia mengajukan PK,” ungkap Andi Samsan.
Adapun ketiga adalah perkembangan kondisi hukum. Menurut Andi Samsan, rasa keadilan itu suatu seni pertimbangan ditambah fungsi rasio dan hati nurani. “Sehingga menghasilkan angka yang adil, termasuk juga 10 tahun terakhir ada pergeseran penerapan hukum yang berkembang menuntut melakukan inovasi untuk kemanfaatan,” tutur Andi Samsan.
Meski demikian Andi Samsan tidak menjelaskan pergeseran penerapan hukum seperti apa yang spesifik ingin dilakukan MA. “Dan dari seluruh permohonan PK kasus korupsi, hanya 8 persen yang dikabulkan, 92 persen ditolak,” ungkap Andi.
Pelaksana tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri berujar, terdapat sejumlah fenomena menarik dalam pengajuan PK para terpidana korupsi. Menurutnya, dari 65 terpidana korupsi yang mengajukan upaya PK pada 2020, ada yang tidak melewati upaya hukum biasa. “Jadi setelah menerima putusan di pengadilan tingkat pertama, lalu dieksekusi dan dalam beberapa bulan kemudian mengajukan PK,” ujar Ali.