Mengenal Pembatasan Mikro yang Bakal Diterapkan di Sebagian Jawa-Bali - Kongres Advokat Indonesia

Mengenal Pembatasan Mikro yang Bakal Diterapkan di Sebagian Jawa-Bali

DETIK.COM – Pemerintah akan memberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat yang dilakukan secara mikro di sejumlah daerah di Pulau Jawa dan Pulau Bali yang memenuhi kriteria. Pembatasan secara mikro ini sebenarnya bukanlah istilah yang baru.

Pada September 2020, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menilai pembatasan sosial berskala mikro (PSBM) lebih efektif untuk menangani pandemi COVID-19 di Indonesia. PSBM pun telah diterapkan di sejumlah daerah, salah satunya Jawa Barat.

Namun pemerintah tak secara gamblang menyatakan pembatasan baru yang dilakukan merupakan PSBM. Menko Perekonomian sekaligus Ketua Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional Airlangga Hartarto hanya menegaskan pembatasan kegiatan yang dilakukan pada 11 Januari hingga 25 Januari mendatang itu dilakukan secara mikro sesuai arahan Jokowi.

“Nah, pembatasan dilakukan secara mikro sesuai arahan Bapak Presiden,” ujar Airlangga dalam jumpa pers Rabu (6/1/2021).

Sementara itu, untuk PSBM, juru bicara Satgas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito pernah menjelaskan perihal istilah tersebut. Menurut Wiku, PSBM memiliki lingkup wilayah yang lebih kecil dibanding PSBB.

“Selama ini kan PSBB itu berskala besarnya bisa diajukan gubernur atau bupati/wali kota, jadi skalanya bisa provinsi, bisa kabupaten, bisa kota. Nah, mikro lebih kecil dari itu, maksudnya tuh begitu, meskipun aturannya belum ada. Intinya, pelaksanaannya karena di satu wilayah besar tadi, misalnya kota, apalagi kotanya besar, itu kan sebenarnya bisa terdiri dari kecamatan, kelurahan, RW, RT,” kata Wiku saat dihubungi, Jumat (11/9/2020).

“Nah, jadi misalkan klaster, misalkan ada kasus klasternya pabrik dan itu di kecamatan tertentu, sudah, di situ saja, nggak usah ke mana-mana. Maksudnya mikro itu, itu, biar cepat selesai, nggak kena yang lainnya, lainnya nggak ada masalah, nggak usah ikut,” sambung dia.

Untuk lebih memahami, berikut perbedaan antara pembatasan kegiatan secara mikro dengan PSBM, yang diterapkan salah satunya di Jawa Barat, dan dengan PSBB:

Kriteria Penerapan PSBB

PSBB dan PSBM juga memiliki pertimbangan penerapan yang sedikit berbeda. Aturan mengenai kriteria PSBB tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).

Pasal 4
(1) Gubernur/bupati/wali kota dalam mengajukan permohonan Pembatasan Sosial Berskala Besar kepada Menteri harus disertai dengan data:
a. peningkatan jumlah kasus menurut waktu;
b. penyebaran kasus menurut waktu; dan
c. kejadian transmisi lokal.
(2) Data peningkatan jumlah kasus menurut waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a disertai dengan kurva epidemiologi.

(3) Data penyebaran kasus menurut waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b disertai dengan peta penyebaran menurut waktu.

(4) Data kejadian transmisi lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c disertai dengan hasil penyelidikan epidemiologi yang menyebutkan telah terjadi penularan generasi kedua dan ketiga.
(5) Selain data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) gubernur/bupati/walikota dalam mengajukan permohonan Pembatasan Sosial Berskala Besar kepada Menteri juga menyampaikan informasi mengenai kesiapan daerah tentang aspek ketersediaan kebutuhan hidup dasar rakyat, sarana dan prasarana kesehatan, anggaran dan operasionalisasi jaring pengaman sosial, dan aspek keamanan.

Selain itu, penerapan PSBB tetap memperhatikan kesiapan daerah. Hal itu dijelaskan dalam Pasal 9:

Pasal 9
(1) Penetapan Pembatasan Sosial Berskala Besar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dilakukan atas dasar:
a. peningkatan jumlah kasus secara bermakna dalam kurun waktu tertentu;
b. terjadi penyebaran kasus secara cepat di wilayah lain dalam kurun waktu tertentu; dan
c. ada bukti terjadi transmisi lokal.

(2) Selain berdasarkan pada ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penetapan Pembatasan Sosial Berskala Besar juga mempertimbangkan kesiapan daerah dalam hal-hal yang terkait dengan ketersediaan kebutuhan hidup dasar rakyat, ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan, ketersediaan anggaran dan operasionalisasi jaring pengaman sosial untuk rakyat terdampak, dan aspek keamanan.

PSBM

Mengambil contoh penerapan PSBM dari Jawa Barat, ada sejumlah kriteria penetapan PSBM, di antaranya:

a. ditemukan penambahan positif baru secara signifikan;
b. terjadi penyebaran kasus positif melalui transmisi lokal;
c. terdapat kasus COVID-19 yang belum stabil;
d. terdapat masyarakat dengan aktivitas rentan penyebaran COVID-19;
e. terdapat wilayah pemukiman atau perumahan yang rentan penyebaran COVID-19;
f. adanya keterbatasan kemampuan upaya deteksi dini melalui pemeriksaan rapid diagnostic test (RDT) dan polymerase chain reaction (PCR); dan
g. adanya keterbatasan sumber daya daerah dalam penanganan COVID-19.

Bagi kawasan yang diberlakukan PSBM juga diberikan pemberian bantuan pemenuhan kebutuhan pangan dan stimulus ekonomi keluarga. Warga di lokasi PSBM diawasi secara ketat dan tidak bisa leluasa keluar-masuk selama periode 14 hari.

Warga yang ingin keluar atau masuk wajib meminta surat pengantar pada tim pelaksana PSBM di wilayah yang bersangkutan, dalam hal ini adalah gugus tugas di tingkat kabupaten/kota. Selain itu, orang dari luar kawasan PSBM tidak diperkenankan masuk.

Pembatasan Mikro di Sejumlah Daerah di Jawa-Bali

Sementara itu, pada pernyataan pemerintah terbaru yang disampaikan Menko Perekonomian sekaligus Ketua Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional Airlangga Hartarto pada Rabu (6/1/2021), pembatasan kegiatan yang dilakukan secara mikro di wilayah Pulau Jawa dan Pulau Bali juga harus memenuhi kriteria tertentu. Kriteria tersebut yakni:

– Tingkat kematian di atas rata-rata tingkat kematian nasional ataupun 3%
– Tingkat kesembuhan di bawah rata-rata tingkat kesembuhan nasional yaitu 82%
– Tingkat kasus aktif di bawah rata-rata tingkat kasus aktif nasional yaitu 14%
– Tingkat keterisian rumah sakit atau bed occupancy rate (BOR) untuk ICU dan isolasi yang di atas 70%

Kegiatan yang Dibatasi

PSBB

Dalam Permenkes No 9 Tahun 2020, pelaksanaan PSBB meliputi:

a. peliburan sekolah dan tempat kerja;
b. pembatasan kegiatan keagamaan;
c. pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum;
d. pembatasan kegiatan sosial dan budaya;
e. pembatasan moda transportasi; dan
f. pembatasan kegiatan lainnya khusus terkait aspek pertahanan dan keamanan.

PSBM

Pada PSBM yang diterapkan di Jawa Barat, khususnya Bogor, Depok, Bekasi (Bodebek) misalnya, sejumlah kegiatan juga dibatasi. Pembatasan tersebut di antaranya:

  • Rumah makan, kafe, dan restoran diizinkan melayani makan di tempat atau dine in dengan kapasitas maksimal 50%.
  • Ojol boleh beroperasi dengan memakai partisi antara pengemudi dengan penumpang sebagai penerapan prinsip jaga jarak (Kota Bogor).
  • Mobil pribadi diperbolehkan mengangkut penumpang, bangku boleh diisi penuh asalkan seluruh penumpang memakai masker (Kota Bogor).
  • Jam malam (Depok, Kota Bogor)

Depok

1. mal, minimarket, restoran, dan kafe hingga pukul 18.00 WIB
2. jasa layanan antar sampai pukul 21.00 WIB
3. aktivitas warga di luar rumah pukul 20.00 WIB

Kota Bogor

4. sektor formal (restoran, kafe, mal, pusat perdagangan) sampai pukul 20.00 WIB
5. sektor informal (PKL, perdagangan mikro) sampai pukul 21.00 WIB

  • Kerumunan di fasilitas publik diawasi, jalur pedestrian sistem satu arah Kebun Raya Bogor ditutup. Tempat-tempat olahraga ditutup (Kota Bogor).

Pembatasan Mikro di Sejumlah Daerah di Jawa-Bali

Dalam pembatasan baru yang dilakukan secara mikro, beberapa kegiatan juga dibatasi. Berikut daftar lengkap kegiatan yang terkena pembatasan tersebut:

  • Membatasi tempat kerja dengan work from home 75 persen dengan melakukan protokol kesehatan secara ketat
  • Kegiatan belajar-mengajar secara daring
  • Sektor esensial yang kita sudah kita ketahui bersama berkaitan dengan kebutuhan pokok masyarakat tetap beroperasi 100 persen dengan pengaturan tentu jam operasional, kapasitas, dan menjaga protokol kesehatan secara ketat
  • Melakukan pembatasan terhadap jam buka daripada kegiatan-kegiatan di pusat perbelanjaan sampai pukul 19.00, kemudian makan dan minum di tempat maksimal 25 persen dan pemesanan makanan melalaui take away atau delivery tetap diizinkan
  • Mengizinkan kegiatan konstruksi beroperasi 100 persen dengan penerapan protokol kesehatan yang lebih ketat
  • Mengizinkan tempat ibadah untuk melakukan pembatasan kapasitas sebesar 50 persen dengan penerapan protokol kesehatan yang lebih ketat
  • Fasilitas umum dan kegiatan sosial budaya dihentikan sementara,
  • Kapasitas dan jam moda transportasi juga diatur.

Silahkan tinggalkan komentar tapi jangan gunakan kata-kata kasar. Kita bebas berpendapat dan tetap gunakan etika sopan santun.

TERPOPULER

TERFAVORIT

Dikukuhkan Jadi Ketua Dewan Pembina KAI, Bamsoet : Pekerjaan Rumah Kita Banyak untuk Sektor Penegakan Hukum
September 27, 2024
Lantik Pengurus, Ketua Presidium DPP KAI: Kita Wujudkan AdvoKAI yang Cadas, Cerdas, Berkelas
September 27, 2024
Dihadiri Ketua Dewan Pembina Sekaligus Ketua MPR RI, Pengurus DPP KAI 2024-2029 Resmi Dikukuhkan
September 27, 2024
Audiensi Presidium DPP KAI – Menkum HAM RI: Kita Mitra Kerja!
September 7, 2024
Diangkat Kembali Ketua Dewan Pembina Kongres Advokat Indonesia (KAI), Ketua MPR RI Bamsoet Dukung Pembentukan Dewan Advokat Nasional
July 25, 2024