Polda Sulawesi Selatan (Sulsel) membenarkan insiden penangkapan seorang dosen Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar. Korban dinilai tidak kooperatif saat polisi hendak membubarkan massa.
Kabid Humas Polda Sulsel, Kombes Pol Ibrahmi Tompo mengatakan, saat itu situasi di lapangan memang sedang chaos, sehingga terjadi tindakan terhadap dosen UMI Makassa berinisial AM tersebut.
“Namun ada prosedurnya, tiga kali tahapan pembubaran massa,” kata Kombes Pol Ibrahim di Kota Makassar, Sulsel, Senin (12/10/2020).
Menurut dia, tahap pertama dengan imbauan. Polisi akan meminta peserta aksi membubarkan diri dengan alat bantu pengeras suara. Bila orang-orang yang tidak terlibat dalam aksi tersebut, pasti akan langsung meninggalkan TKP saat itu juga.
Kedua melepaskan gas air mata. Ketika itu mestinya korban segera menjauh, karena selain merasa bukan bagian dari peserta aksi, dia juga khawatir ada masalah nantinya.
“Tahap terakhir baru penguraian massa,” ujar dia.
Pada tahap terakhir ini, kata Ibrahim Tompo, mereka yang bertahan di tempat unjuk rasa merupakan massa yang punya iktikad berbuat rusuh. Karena itulah petugas langsung mengamankan mereka.
“Ini juga bukan salah tangkap. Jangan di-generalisir, karena memang dia ada di tempat kejadian. Salah tangkap itu, kalau ada target yang akan diamankan, tapi malah orang lain yang dibawa,” katanya.
Sebelumnya seorang dosen Fakultas Hukum UMI Makassar berinisial AM babak belur menjadi korban tindakan represif polisi saat aksi unjuk rasa, Kamis (8/10/2020). Foto korban dalam kondisi memar viral di media sosial. Sumber