Media sosial tengah digemparkan oleh pernikahan seorang gadis yang masih duduk di bangku SD (12) dengan seorang bocah SMP (15) di Lombok tengah, NTB.
Pernikahan itu dilakukan karena orang tua pengantin wanita memaksa menikahkan anaknya karena tak terima putrinya selalu pulang malam bersama sang mempelai pria.
Kabar viral ini pun menarik perhatian Arist Merdeka Sirait, Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak. Ia mengaku miris mendengar kabar tersebut.
Ia menambahkan peristiwa pernikahan di bawah umur itu merupakan sebuah tindak pidana lantaran melanggar Pasal UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 1 angka 1 .
Pasal itu menyebutkan bahwa batasan usia anak yakni seorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun.
“Peristiwa yang terjadi di Lombok ini adalah peristiwa hukum yang patut untuk kita katakan bahwa itu melanggar hukum. Bukan anak-anaknya yang melanggar hukum tapi orang yang memfasilitasi perkawinan itu sendiri,” kata Aris pada Insertlive saat ditemui di Pasar Rebo, Jakarta Selatan, Rabu (16/9).
Ia melanjutkan bahwa pernikahan bisa dilakukan ketika seseorang telah melewati batas usia anak-anak yakni 18 tahun ke atas. Jadi, tidak dibenarkan atas alasan apapun menikahkan anak yang masih di bawah usia 18 tahun.
“Peristiwa ini sebenarnya tidak boleh terulang lagi ketika Mahkamah Konstitusi sudah meningkatkan batasan usia anak untuk dapat menikah dsb, tidak ada lagi alasan budaya dan sebagainya,” sambungnya.
Oleh karena itu, Arist juga menyebutkan kejadian ini bisa menjadi tindak pidana bagi orang yang memfasilitasi pernikahan tersebut, seperti orang tua, tokoh yang menikahkan hingga tetua tempat pernikahan itu berlangsung.
“Jadi orang tua yang memfasilitasi, kemudian lembaga-lembaga perkawinan juga yang memberikan dispensasi, kemudian pemimpin desa yang memberikan otoritas di desa, memberikan dukungan perkawinan usia anak, itu adalah melanggar hukum dan tidak dibenarkan oleh hukum,” lanjut Arist.
Lebih lanjut, Aris juga menyebutkan bahwa pernikahan di bawah umur memiliki risiko yang banyak. Misalnya bisa meningkatkan risiko kanker serviks, anak lahir tidak sempurna, hingga perceraian di usia muda. Sumber