Isu kekerasan seksual belakangan ini menjadi topik pembahasan di media sosial hingga menjadi viral. Awal bulan “Gilang Bungkus” menjadi trending topic di Twitter Indonesia setelah salah seorang mahasiswa asal Surabaya berbagi utas menceritakan pengalaman dugaan kekerasan seksual berkedok penelitian akademik yang dialaminya. Cuitan tersebut menjadi viral, memicu reaksi korban-korban lain yang kemudian turut bersuara mengenai pengalaman yang sama.
Selain itu juga terdapat kasus kekerasan seksual lain yang menggunakan penelitian sebagai alasan. Pada media sosial Facebook seorang penyintas menceritakan pelecehan seksual berkedok riset swinger. Seperti diberitakan, seorang pria berinisial BA melakukan pelecehan dengan mengaku sebagai dosen yang melakukan penelitian tentang swinger. Ia bahkan mencatut nama dua universitas –UNU dan UGM– untuk meyakinkan para korbannya.
Terbaru (6/8), nama Youtuber Turah Parthayana, WNI yang berkuliah di Rusia menjadi trending topic di Twitter. Hal tersebut terjadi setelah muncul utas dan video pengakuan penyintas yang menyebut Turah telah melakukan pelecehan seksual pada seorang wanita yang juga mahasiswa Indonesia di Rusia pada 2019.
Keprihatinan dan Kemajuan
Catatan Tahunan Komnas Perempuan 2020 menyatakan bahwa dalam kurun waktu 12 tahun kekerasan terhadap perempuan meningkat sebanyak 792%. Artinya, kekerasan terhadap perempuan di Indonesia selama 12 tahun meningkat hampir 8 kali lipat (komnasperempuan.go.id). Komnas perempuan mencatat peningkatan ini sebagai kondisi perempuan Indonesia yang mengalami kehidupan yang tidak aman. Selain itu, Komnas Perempuan juga membaca data tersebut sebagai adanya peningkatan keberanian korban untuk melapor.
Menggunakan kacamata yang sama, utas kasus kekerasan seksual yang banyak muncul beberapa minggu ini pada satu sisi sangat memprihatinkan. Menunjukkan bagaimana di lingkungan sosial masyarakat ada beragam bentuk tindakan kekerasan seksual yang sangat mungkin dialami siapapun tanpa terkecuali. Namun, pada sisi lain pengakuan para penyintas di media sosial bisa dilihat sebagai sebuah kemajuan. Penyintas mulai berani untuk berbicara dan kasus mulai terungkap ke publik. Masyarakat perlahan mengenali potensi bahaya kekerasan seksual, ketika mereka mulai menjadikannya sebagai topik pembicaraan.
Melihat fenomena ini mengingatkan pada ilmuwan sosial Niklas Luhmann yang memandang masyarakat sebagai sistem sosial yang digerakkan oleh komunikasi. Sistem sosial disusun oleh sistem politik, hukum, pendidikan, agama, ekonomi, dan lain-lain. Luhmann berpandangan, ketika sebuah masalah dikomunikasikan, potensi bahaya dapat dipahami, kemudian mempengaruhi bagaimana sistem-sistem bereaksi terhadap permasalahan tersebut. Sistem satu dan lainnya dapat saling mengiritasi, memaksa untuk mengambil tindakan berdasarkan fungsinya terhadap persoalan yang sama.
Memperbesar Ruang Diskusi
Amplifikasi kasus kekerasan seksual melalui media sosial dapat meluaskan komunikasi, memperbanyak informasi, mengedukasi, serta memperbesar ruang diskusi. Dukungan masyarakat kepada penyintas melalui viralnya kasus yang dibicarakan dapat dialihkan dengan memaksa sistem-sistem yang ada mengambil tindakan.
Sistem hukum dituntut harus bertindak tegas terhadap pelaku, memiliki kelengkapan payung hukum yang spesifik terhadap kekerasan seksual. Sistem politik dapat didesak untuk serius melakukan pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual pada prioritas Prolegnas 2021.
Sistem pendidikan dan sistem agama melalui institusi-institusinya tidak menutupi kasus kekerasan seksual yang terjadi di dalam tubuhnya. Mereka bisa berlaku tegas seperti halnya yang dilakukan Unair pada kasus “Gilang Bungkus” dengan memberikan konsekuensi DO pada pelaku yang merupakan mahasiswanya. Penerapan konsekuensi yang sama juga harus diberikan pada kasus serupa yang melibatkan tenaga pendidik sebagai pelaku.
Mereduksi kasus kekerasan seksual pada lingkungan sosial masyarakat bukan pekerjaan mudah. Dibutuhkan keseriusan, komitmen, dan kerja bersama dari seluruh sistem yang ada. Sumber
Lenny Luthfiyah mahasiswa Penyuluhan dan Komunikasi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada