JAKARTA, KOMPAS.com – Anggota tim advokasi Amnesty International Indonesia, Aldo Kaligis, menilai penangkapan terhadap aktivis Ravio Patra menjadi preseden buruk dalam penegakan hukum.
Polisi, kata dia, seharusnya bisa lebih jeli dalam menangkap seseorang. “Ini adalah preseden buruk penegakan hukum. Polisi seharusnya lebih jeli dalam melihat suatu kejadian dan dapat membedakan mana korban mana pelaku, serta tidak begitu saja melakukan penangkapan,” kata Aldo melalui keterangan tertulis, Kamis (23/4/2020).
Ravio ditangkap anggota Polda Metro Jaya atas dugaan penyebaran berita onar yang menghasut pada tindak kekerasan dan kebencian, Rabu (22/4/2020) malam. Kendati demikian, akun WhatsApp milik Ravio dikabarkan telah diretas.
Amnesty pun mempertanyakan penangkapan yang dilakukan aparat kepolisian. Menurut Aldo, polisi perlu menyelidiki terlebih dahulu perihal dugaan peretasan tersebut. “Jadi seharusnya polisi membongkar pelaku peretasan tersebut, bukan justru menangkap Ravio.
Polisi harus terlebih dahulu menyelidiki perkara sebenarnya,” ujarnya. Lebih lanjut, Aldo mengatakan, pihaknya sudah meminta agar Ravio dibebaskan kepada pihak kepolisian. Selain itu, Amnesty juga mendesak agar Ravio diberi akses terhadap pendampingan hukum.
“Kami sudah berkomunikasi dengan Direskrimum Polda Metro Jaya dan meminta Ravio Patra dibebaskan syarat dan menjamin siapa pun tidak dikriminalisasi karena sedang melaksanakan hak kebebasan berekspresi dan beropini,” tutur dia.
“Kami juga meminta agar Ravio didampingi penasehat hukum dan memastikan adanya pengusutan atas peretasan telepon Ravio secara efektif dan transparan,” sambung Aldo. Diberitakan, Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Argo Yuwono mengungkapkan, penangkapan Ravio berawal dari laporan seseorang berinisial DR.
Pelapor mengaku menerima pesan singkat melalui WhatsApp yang berisi ajakan untuk melakukan penjarahan pada April 2020. Menurut penelusuran polisi, pemilik nomor yang menyebarkan pesan tersebut adalah Ravio.
Polisi lalu menangkap Ravio bersama seorang warga negara Belanda berinisial RS di kawasan Menteng, Jakarta Pusat.
“Yang bersangkutan kemudian kita amankan pada saat mau memasuki kendaraan berpelat CD, diplomatik dari Kedutaan Belanda,” tutur Argo melalui siaran langsung di akun YouTube Tribrata TV Humas Polri, Kamis.
Keduanya kemudian dibawa ke Mapolda Metro Jaya untuk diperiksa lebih lanjut. Polisi pun mengaku sudah mengirimkan ponsel Ravio ke laboratorium forensik. Langkah itu dilakukan untuk mendalami dugaan peretasan yang dialami Ravio.
Baca Juga : Hakim Agung MA Sebut Jerat Pidana Korporasi Belum Maksimal