TIMESINDONESIA, JAKARTA – Tim Advokasi Peduli Hukum Indonesia mendesak otoritas jasa keuangan (OJK) untuk memberikan pengawasan kepada lembaga keuangan atau perbankan yang mempersulit debitur dalam restrukturisasi debitur.
Saat ini tim Advokasi Peduli Hukum Indonesia atau Tim Advokasi telah mengirim Surat dengan Nomor 11/adv/Per-OJK/20 tanggal 15 April 2020 kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) RI cc tembusan Presiden RI, perihal desakan kepada OJK untuk mengawasi dan memberikan sanksi kepada lembaga keuangan atau perbankan yang tidak mematuhi Peraturan OJK Nomor 11/POJK.03/2020 Tentang Stimulus Perekonomian Nasional.
Desakan ini disampaikan oleh Perwakilan Tim Advokasi, diantaranya Indra Rusmi, Johan Imanuel, Adi Setiyanto, Fernando Hose, Herman, Asep Dedi, Ika Batubara, Ricka Kartika Barus, Irwan Lalegit, Yogi PS, Erwin Purnama, Denny Supari, Bireven Aruan, Firnanda, Niken Susanti, Intan Nur Rahmawati dan Novli Harahap.
“Tim Advokasi Peduli Hukum Indonesia mendesak Otoritas Jasa Keuangan untuk memberikan pengawasan kepada lembaga keuangan atau Perbankan yang mempersulit debitur dalam restrukturisasi debitur. Hal ini untuk memberi perlindungan hukum kepada debitur sebagai konsumen, sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 4 UU Nomor 21 Tahun 2011 Tentang OJK,” tegas Indra Rusmi, mewakili Tim Advokasi dalam keterangan pres rilisnya, Rabu (15/4/2020).
Selanjutnya, ia menerangkan bahwa pihaknya menerima aduan atau laporan dari beberapa debitur yang mengatakan bahwa restrukturisasi ini sebagian tidak dilaksanakan perusahaan perbankan maupun perusahaan pembiayaan, dengan alasan mereka mempunyai kebijakan tersendiri, dan sebagian lagi (perusahaan perbankan maupun pembiayaan) beralasan sedang melakukan rekstrukturisasi yang malah membebankan debitur.
“Seperti contoh pengaduan yang kami terima yaitu : 1 ada bank yang menawarkan opsi pembayaran terhadap bunga saja, pokok tidak perlu dibayar dulu, akan tetapi kedepan bunga dan pokok terhitung normal kembali; 2. Ada juga bank yang menawarkan perhitungan bunga dipotong saat ini, lalu sisanya dijadikan hutang kembali, sehingga kedepan pokok dan bunga normal ditambah hutang bunga,” kata Indra Rusmi.
Beberapa aduan di atas, jelas Indra Rusmi menunjukan tidak adanya keringanan, malah membebani di kemudian hari, oleh karena para kreditur beralasan mereka memiliki aturan internal yang mengakomodir POJK tersebut.
“Seharusnya penawaran yang baik dalam rangka restrukturisasi adalah seperti contoh memberikan penundaan bunga dan pokok selama 1 (satu) tahun, atau memberikan penundaan pilihan pokok atau bunga, yakni jika bunga yang di bayar maka kedepan hanya membayar pokok saja, karena bunga sudah dibayarkan sebelumnya, sehingga kedepan tidak membebani dikemudian hari. Seharusnya manajemen dari Kreditur sudah siap dengan kebijakan yang aplikatif terhadap debitur tanpa kecuali,” terang Indra Rusmi.
Indra Rusmi melanjutkan seharusnya OJK pro aktif mengawasi lembaga keuangan atau perbankan, dan yang belum mematuhi POJK langsung dikenakan sanksi.
“Hal ini diatur dalam Pasal 9 huruf a sampai h UU Nomor 21 Tahun 2011 Tentang OJK (dalam memberikan sanksi). POJK ini kan terbit sebagai bentuk perlindungan hukum kepada debitur yang terkena dampak Covid 19 baik langsung maupun tidak langsung,” tandas Indra Rusmi.
Perwakilan lainnya, Johan Imanuel mengatakan pemerintah diminta harus memperhatikan dari sudut perlindungan konsumen agar dapat memberikan asas manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan, keselamatan, dan kepastian hukum sebagaimana diatur di dalam ketentuan Pasal 2 UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
“Maka, kami menunggu respon baik dari OJK atas Surat yang kami sampaikan terkait perlindungan hukum bagi debitur sebagai implementasi Peraturan OJK Nomor 11/pojk.03/2020,” ujarnya.
Baca Juga : Viral Ojol Ngeluh Pandemi Corona Berisi Ancaman, Gojek Siap Lapor Polisi