Komisi V DPR menilai kewenangan tersebut patut dialihkan ke Kemenhub, namun Komisi III menyatakan bahwa wewenang tersebut harus tetap di Polri.
Revisi Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020. Satu hal yang diwacanakan bakal diatur soal pemindahan kewenangan penerbitan surat kendaraan bermotor, seperti Surat Izin Mengemudi (SIM), Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) dari Kepolisian ke Kementerian Perhubungan (Kemenhub).
Ketua Komisi V Lasarus berpandangan, persoalan registrasi dan identifikasi kendaraan menjadi pelik yang mesti dirampungkan oleh pihak terkait. Menurutnya, pekerjaan Kepolisian dari sisi lalu lintas kendaraan bermotor beririsan dengan yang diawasi Komisi III dan Komisi V. Ini dikarenakan Kepolisian merupakan mitra Komisi III, sementara lalu lintas kendaraan bermotor menjadi ranah Komisi V DPR.
Hal lain yang disorot Lasarus saat Komisi V DPR tak dapat mengawasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di Kepolisian, khususnya yang didapat dari penerbitan SIM, STNK dan BPKB di Direktorat Lalu Lintas (Dirlantas). Hal ini dikarenakan Kkepolisian bukanlah mitra kerja Komisi V.
“Kami tidak bisa mengawasi, tidak pernah tahu berapa pendapatan negara dari PNBP di situ,” ujar politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu beberapa hari lalu di Komplek Gedung Parlemen.
Hingga kini, wacana pemindahan kewenangan penerbitan surat kendaraan bermotor masih di bahas di internal Komisi V DPR. Lasarus mengatakan, untuk mengkaji lebih dalam wacana tersebut, pihaknya akan menyerap dan informasi dari berbagai ahli. Terlepas apapun keputusannya nanti, penerbitan surat kendaraan bermotor harus dilakukan dengan baik.
Ia sadar bahwa Mahkamah Konstitusi pernah mengeluarkan Putusan No.89/PUU-XIII/2015 atas uji materi sejumlah pasal dalam UU 22/2009. Dalam putusannya, Mahkamah berpendapat kewenangan Kepolisian menerbitkan SIM dan STNK sebagai bukti registrasi kendaraan bermotor sudah tepat dan tidak bertentangan dengan konstitusi.
Namun, lanjut Lasarus, putusan MK tersebut merupakan open legal policyatau kebijakan hukum terbuka pembentuk UU.Oleh sebab itu semua bergantung pada pembuat UU tekait pengaturan kewenangan tersebut apaah tetap di kepolisian atau di Kemenhub. “Komisi V tentunya memperhatikan putusan MK tahun 2015 tersebut. Pokoknya kita kasih yang terbaik,” ujarnya.
Merespon wacana tersebut, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi turut angkat bicara. Menurutnya, kewenangan menerbitkan surat kendaraan bemotor maupun SIM agar tetap berada di Polri. Dia beralasan pelaksanaan penerbitan surat kendaraan bermotor oleh Polri selama ini telah berjalan dengan baik.
Alasan lain bila kewenangan tersebut dipindahkan ke Kemenhub, lanjut Budi, maka perlu membangun perangkat dan sistem di daerah-daerah. Berbeda halnya dengan Polri yang sudah matang dengan perangkat dan sistem yang terintegrasi dalam penerbitan STNK, BPKB, maupun SIM. Secara sistem, Polri telah memiliki struktur dari pusat hingga daerah.
Sedangkan Kemenhub di daerah, kata Budi, berada di dinas-dinas di bawah Gubernur. Sedangkan Kepolisian memiliki Polda dan Polres di daerah, sehingga secara hierarkis, Kepolisian lebih memungkinkan dalam mengelola penerbitan surat kendaraan bermotor dibandingkan dengan Kemenhub.
Kaji mendalam
Anggota Komisi V Irwan mengimbau agar wacana pengalihan kewenangan pembuatan surat kendaraan bermotor dan SIM tersebut agar dikaji lagi. Sebab hal tersebut bakal berdampak terhadap kestabilan sosial, politik, ekonomi dalam negeri jika pada akhirnya diatur secara serampangan.
“Harus ada kajian yang cermat dari berbagai sudut panjang sebelum wacana ini benar-benar direalisasikan,” katanya.
Politisi Partai Amanat Nasional itu pun menyarankan agar pembahasan revisi UU 22/2009 memasukkan kendaraan roda dua dapat masuk kategori transportasi umum. Setidaknya mengakomodir transportasi ojek berbasis aplikasi digital yang telah marak. Oleh karenanya, terdapat pengaturan bagi kendaraan roda dua menjadi transportasi umum.
Terpisah, Anggota Komisi III Hinca IP Pandjaitan menilai, kewenangan registrasi dan identifikasi bukanlah tujuan semata mengenai PNBP atau pembagian kewenangan saja. Tetapi, bertujuan pada pondasi utama berkendaraan yang aman. Ia mengingatkan, jangan sampai terjadi persoalan akut berupa sarana penyimpangan atau penyalahgunaan kewenangan yang dapat diduga sebagai tindakan koruptif.
Politisi Partai Demokrat itu berpandangan setidaknya terdapat 5 hal yang perlu diperhatikan. Pertama, memberikan jaminan keabsahan asal-usul dan kepemilikan kendaraan bermotor, yang ditangani oleh bidang BPKB. Hal tersebut berkaitan dengan perlindungan atas kepemilikan dan menunjukan kendaraan yang dimilikinya bukanlah produk kejahatan.
Kedua, legitimasi pengoperasionalan STNK dan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB). Kemudian pula menjadi kewajiban bagi pemilik kendaraan bermotor untuk membayar pajak dan asuransi sebagai jaminan dan pembangunan jalan. Ketiga, tujuan forensik Kepolisian. Data kendaraan bermotor dan pengemudi menjadi dasar dan bagian polisi, khususnya pada fungsi penyidikan untuk mengungkap dan membuat terang suatu tindak pidana.
Keempat, fungsi kontrol atau fungsi penegakan hukum terhadap pelanggaran lalu lintas secara manual, semi elektronik maupun elektronik. Sistem data registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor dan pengemudi menjadi sangat penting dan mendasar bagi keamanan dan keselamatan ketertiban dan lancarnya lalu lintas.
Kelima, tujuan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor bermuara pada urusan kewenangan SIM, STNK dan BPKB memerlukan pelayanan yang berbasiskan teknologi tinggi dan dilakukan secara online dengan sistem elektronik. “Yaitu artificial intellegence maupun internet of thing agar mampu memprediksi mengantisipasi dan memberikan solusi dalam manajemen road safety,” ujarnya.
Berdasarkan hal tersebut, kata Hinca, kewenangan fungsi registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor serta pengemudian dipandang tak relevan bila ditarik kewenangannya dari Kepolisian ke Kemenhub. Lantas pointer apa saja yang patut dimasukan dalam revisi UU 22/2009?
“Menurut saya adalah soal angkutan kendaraan dengan sistem aplikasi online serta kendaraan roda dua sebagai sarana angkutan serta bagaimana norma hukum mengantisipasi dan mencegah jatuhnya korban kecelakaan lalu lintas di jalan raya,” katanya. sumber