Jakarta, medcom.id: Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso menyerahkan kasus gagal bayar PT Asuransi Jiwasraya (Persero) diproses oleh penegak hukum. Saat ini Kejaksaan Agung (Kejagung) tengah memeriksa intensif enam mantan petinggi Jiwasraya terkait kasus gagal bayar tersebut.
“Kalau kasus itu biarlah proses hukum yang berjalan. Kan sedang ditangani kejaksaan, silakan saja,” ujar Wimboh singkat usai menyaksikan sumpah jabatan Suahasil Nazara sebagai Anggota Dewan Komisoner OJK Ex-officio di Mahkamah Agung (MA), Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Senin, 13 Januari 2020.
Terkait kasus gagal bayar Jiwasraya, Kejagung memeriksa mantan Direktur Utama Jiwasraya Hendrisman Rahim, mantan Direktur Pemasaran De Yong Adrian, Bancassurance Sales Manager Bambang Harsono, mantan Kepala Divisi Sumber Daya Manusia (SDM) Udhi Prasetyanto, mantan Kepala Divisi SDM Novi Rahmi, dan mantan Direktur SDM & Kepatuhan Muhammad Zamkhani.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Happy Inspire Confuse Sad
“Enam saksi memenuhi panggilan tim jaksa penyidik tindak pidana korupsi pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Hari Setiyono di Jakarta, Kamis, 9 Januari 2019.
Sebelumnya OJK siap mendukung pelaksanaan investigasi mendalam kasus gagal bayar polis asuransi Jiwasraya yang disampaikan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Kejaksaan Agung. “OJK mendukung dan akan memfasilitasi kebutuhan pelaksanaan investigasi lebih lanjut oleh BPK,” ungkap juru bicara OJK (Otoritas Jasa Keuangan) Sekar Putih Djarot kepada Media Indonesia, Kamis, 9 Januari 2020.
Sekar mengatakan OJK telah memberikan beberapa hal yang berkaitan dengan penanganan kasus Jiwasraya. “Sementara pemberian data dan informasi telah disampaikan dalam kaitannya dengan proses hukum yang sedang dilakukan oleh Kejaksaan Agung,” tuturnya.
Kasus Jiwasraya bermula dari laporan pengaduan masyarakat dan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta mengendus adanya dugaan tindak pidana korupsi. Perkara itu diduga terjadi sejak 2014 sampai dengan 2018.
Jiwasraya melalui Unit Kerja Pusat Bancassurance dan Aliansi Strategis menjual produk JS Saving Plan. Persentase bunga tinggi ditawarkan berkisar antara 6,5 persen dan 10 persen sehingga memperoleh pendapatan total dari premi sebesar Rp53,27 triliun.
Hingga Agustus 2019, Jiwasraya menanggung potensi kerugian negara Rp13,7 triliun. Jiwasraya membutuhkan dana Rp32,89 triliun agar bisa mencapai rasio risk based capital (RBC) minimal 120 persen. RBC mengukur tingkat kesehatan finansial suatu perusahaan asuransi. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengatur minimal batas RBC sebesar 120 persen.
Berdasarkan laporan BPK, Jiwasraya telah bermasalah sejak 2006. Perseroan mencatatkan laba yang tidak nyata. Lebih lanjut, BPK menegaskan kasus Jiwasraya akan rampung dalam waktu dua bulan. Hal itu dikarenakan BPK masih melakukan investigasi bersama Kejaksaan Agung.
Baca Juga : Lima Negara Akan Lakukan Tindakan Hukum Terkait Penembakan Pesawat Ukraina oleh Iran