TEMPO.CO, Jakarta – Sidang lanjutan gugatan batas usia minimal calon kepala daerah kembali digelar di Mahkamah Konstitusi (MK), Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa, 29 Oktober 2019. Dalam sidang yang beragendakan perbaikan permohonan itu, pemohon menetapkan permohonan batas usia kepala daerah minimal 21 tahun.
“Jadi kami ingin membuat batas 21 tahun. Kalau kami kemarin kan menyerahkan pada kebijaksanaan pada majelis hakim, majelis hakim bilang jangan. Kalian harus membuat sendiri batasan usia yang konstitusional. Jadi kami buat 21 tahun,” kata kuasa hukum penggugat, Rian Ernest, saat ditemui usai sidang.
Rian Ernest datang bersama dua penggugat yakni Faldo Maldini dan Dara Nasution yang merupakan sesama politikus Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Rian mengatakan angka 21 tahun dipilih dalam petitum agar seragam dengan peraturan-peraturan batas usia lain yang sudah ada, seperti batas usia menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat.
“Selain itu, usia cakap hukum secara umum seluruh warga Indonesia itu diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Usia cakap hukum pasal 330 itu mengatur 21 tahun,” kata Rian.
Pada 23 September lalu, Faldo bersama politikus PSI Tsamara Amany Alatas dan Dara Nasution mendaftarkan gugatan uji materi batas minimal usia calon kepala daerah yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah ke Mahkamah Konstitusi.
Mereka meminta batas usia minimal 30 tahun untuk calon gubernur dan 25 tahun untuk bupati atau wali kota diturunkan. Mereka menilai aturan itu diskriminatif dan tidak adil. Faldo berencana mengikuti Pemilihan Kepala Daerah di Sumatera Barat pada 2020. Namun, usia Faldo pada April 2020, ketika pendaftaran dibuka masih 29 tahun.
“Ironis sekali. Artinya ada Undang-Undang yang membatasi hak konstitusional Faldo Maldini menjadi calon gubernur Sumatera Barat, jadi wakil juga,” kata Ernest.
Saat ini, para penggugat masih menunggu keputusan majelis hakim untuk menentukan tanggal sidang selanjutnya. Namun Rian sendiri yakin gugatannya dapat diterima.
“Sangat optimis, kami melakukan riset mendalam. Kami juga mendekati berbagai ahli hukum, lawyer-lawyer lain kami sering berdiskusi dan brain storming,” kata Rian.