SEMARANG, suaramerdeka.com – Seorang advokat harus memiliki jiwa menegakkan keadilan dan kebenaran, tanpa meninggalkan hati nurani yang ada. Mereka pun dituntut untuk dapat memiliki bermacam-macam kesiapan, baik secara intelektual maupun sikap yang baik.
“Keperpihakan advokat harus ada pada kebenaran dan kejujuran. Tidak akan ada kebanggaan dalam diri advokat, yang memenangi sebuah kasus karena rekayasa. Seorang advokat yang membela dan memenangkan klien yang terbukti salah, maka secara moral kepribadian dan kinerja advokat tersebut dipertanyakan,” demikian dinyatakan Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) KAI Jawa Tengah John Richard Latuihamallo, saat membacakan Surat Keputusan (SK) pengukuhan 34 advokat baru angkatan XI, Kongres Advokat Indonesia (KAI) Jateng, di aula Pengadilan Tinggi (PT) Jateng, Kamis (22/8).
Dia menekankan, agar advokat yang telah melalui prosesi pengukuhan dan pelantikan, harus bisa menjaga kode etik. Mereka juga harus menaati marwah organisasi KAI, yang berjuang untuk keadilan dan kebenaran. Diharapkannya, anggota KAI tetap bersatu, bersama, menjaga demokrasi, menjauhi koruptor dan perbuatan korupsi. “Hingga saat ini, total sudah hampir ada 1.000 advokat DPD KAI yang dilantik. Kegiatan tersebut telah berlangsung sejak 2008,” ujar dia.
Dalam kegiatan tersebut, pelantikan dilakukan secara langsung oleh Sekjen DPP KAI Apolos Djara Bonga. Kemudian, 34 advokat itu diambil sumpah oleh Ketua Pengadilan Tinggi (PT) Jawa Tengah, Hj Sri Sutatiek, dalam sidang terbuka pengambilan sumpah advokat, di aula PT Jateng.
Hj Sri Sutatiek dalam sambutannya menyatakan, advokat harus mampu menghapalkan bait atau lafal sumpah yang diucapkan dan memahaminya dengan baik. Pasalnya, sumpah tersebut mengandung makna yang mendalam. Sumpah advokat itu, kemudian harus diimplementasikan dalam kinerja sehari-hari.
Layaknya advokat profesional dan bermartabat. Disebutnya, ada tiga tugas dan tanggung jawab advokat yang berkode etik. Meliputi, advokat harus menegakkan keadilan, menegakkan supremasi hukum, dan menjunjung tinggi kode etik sebagai advokat.
“Kalau tidak mampu menegakkan keadilan maka bisa disebut advokat gadungan. Sementara itu, advokat harus bisa berlaku proporsional dan profesional, dalam penegakan supremasi hukum melalui pembelaan kepada klien yang salah. Jangan sampai emosional sehingga mengamuk di pengadilan saat mengalami kekalahan dalam berperkara. Kalah dalam berperkara itu merupakan hal yang wajar,” tutur dia.
Baca Juga : Kominfo Dinilai Langgar Hukum Batasi Layanan Data Di Papua