TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengecam tindakan–tindakan persekusi yang dilakukan oleh sejumlah kelompok masyarakat dan beberapa oknum aparat kemanan dan aparatur sipil negara dalam bentuk ujaran rasisme, diskriminasi dan tindakan kekerasan terhadap mahasiswa Papua di beberapa daerah, di Semarang, Surabaya dan Malang.
Koordinator KontraS, yati Andriyani mengatakan pihaknya juga menyayangkan tindakan represif yang dilakukan oleh aparat penegak hukum pada saat memasuki asrama Papua di Surabaya.
“Tindakan tersebut bukannya memberikan jaminan perlindungan terhadap Mahasiswa Papua yang berada di dalam asrama, justru melakukan tindakan represif yang terkesan membenarkan tindakan-tindakan kelompok–kelompok intoleran,” kata Yati Andriyani dalam keterangan persnya, Senin (19/8/2019).
Yati mengatakan, tindakan–tindakan represif yang dilakukan dengan penggunaan kekuatan tersebut memperlihatkan sikap reaksioner sekaligus diskriminatif serta tidak adanya itikad baik dari pemerintah, penegak hukum dan aktor keamanan untuk melihat dan menempatkan mahasiswa Papua dengan setara, tanpa diskriminasi.
Penyelesaian dan pendekatan yang dilakukan cenderung represif dan berlebihan dalam mengatasi persoalan Papua khususnya terkait dengan hak atas kebebasan berpendapat, berkumpul dan berserikat mahasiswa Papua.
“Tindakan–tindakan persekusi dan brutalitas yang dilakukan oleh kelompok masyarakat aktor keamanan dan aparatur sipil negara yang dipertontonkan pada saat pengepungan asrama Papua di Surabaya dengan mengeluarkan ujaran-ujaran rasial jelas tidak hanya mencederai komitmen Indonesia dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 E ayat 3, Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik, Undang-Undang HAM No. 39/1999, Undang – Undang No. 40/2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis,” kata Yati.
Terkait dengan persoalan di atas, KontraS menyerukan dan mendesak, mengecam dan tidak mentolerir segala bentuk tindakan rasisme dan diskriminasi terhadap masyarakat Papua maupun etnis-etnis tertentu, baik yang terjadi di Surabaya maupun di wilayah lainnya pascaperistiwa penyerangan dan persekusi yang terjadi di asrama Papua di Surabaya.
Baca: Selain Meminta Maaf, Wali Kota Malang Juga Bantah Isu Pemulangan Mahasiswa Asal Papua
“Kedua, pemerintah harus pro aktif mencegah, menghentikan segala upaya atau tindakan provokasi yang memecah bela masyarakat dengan menggunakan isu–isu Papua. Terbuka dan komunikatif dalam merespon tuntutan masyarakat Papua, dengan tanpa menggunakan kekuatan berlebihan dalam menghadapi aspirasi masyarakat Papua,” tutur Yati.
Ketiga, KontraS mendorong proses penegakan hukum terhadap tindakan persekusi dan rasisme yang terjadi
Baca Juga : Pansel KPK Harus Hasilkan Capim yang Bisa Sinergi dengan Penegak Hukum Lain