Jakarta, Gatra.com – Pada peringatan Hari Bhayangkara ke-73, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) merilis catatan kinerja Polri dalam bidang penegakan hukum. Catatan kritis tersebut dibuat berdasarkan pengaduan dan permohonan bantuan hukum yang masuk ke YLBHI dan 15 LBH di Indonesia.
Hasil tabulasi itu dirangkum YLBHI selama kurun waktu 2016-2019, dengan rincian pelaporan 115 kasus, 1.120 korban dan 10 komunitas.
Menurut temuan YLBHI terdapat tujuh masalah yang terjadi di institusi Polri selama penegakan hukum. Persoalan tersebut adalah kriminalisasi dan minimnya akuntabilitas penentuan tersangka, undue delay, mengejar pengakuan tersangka, penangkapan sewenang-wenang, penahanan sewenang-wenang, hak penasihat hukum yang dibatasi dan torture atau penyiksaan.
Ketua YLBHI Bidang Advokasi, Muhamad Isnur mengatakan atas temuan tersebut pihak kepolisian perlu mengoreksi lembaganya. Menurutnya kepolisian perlu melakukan perbaikan dengan melihat pelbagai kesalahan yang pernah muncul dalam penegakan hukum.
“Tentu yang bertanggung jawab itu adalah semua pihak. Menurut hemat saya, pertama tentu aparat kepolisian itu sendiri. Pihak kepolisian harus melakukan otokritik bagi lembaganya,” ucap Isnur ketika ditemui GATRA.com di Gedung YLBHI, Senin (1/7).
Hal serupa juga diungkapkan oleh Kepala Advokasi LBH Jakarta, Nelson Simamora. Ia mengaku prihatin atas cara kepolisian dalam penegakan hukum yang masih menggunakan cara intimidasi dan kekerasan. Menurutnya praktik kekerasan yang terjadi justru berada di luar norma kewajaran.
“Kesaksian teman-teman saat ketemu korban, ini karakter kekerasan terlihat sebagai cara lama. Praktik penyiksaan terjadi di kantor-kantor polisi pada berbagai level,” ungkapnya.
Baca Juga : Aturan Hukum Tingkat Kegelapan Kaca Film Mobil