JAKARTA, (PR).- Mabes Polri memastikan tidak memberikan fasilitas berupa senjata api maupun senjata tajam bagi anggotanya yang bertugas di Gedung Mahkamah Konstitusi dan sekitarnya. Mereka yang bertugas dalam pengamanan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) hanya dibekali peralatan standar untuk pengamanan. Seperti tameng, gas air mata, dan water canon.
“Oleh karenanya aparat yang bertugas bisa mematuhi SOP (Standar Operasional Prosedur) yang telah ditetapkan atasannya,” kata Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri, Komisaris Besar Pol Asep Adi Saputra di Jakarta, Jumat, 14 Juni 2019.
Selanjutnya dari 447 orang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka kerusuhan 21-22 Mei 2019, polisi telah memberikan penangguhan penahanan terhadap 100 orang. Hal tersebut didasari oleh berbagai faktor mulai dari bobot keterlibatan mereka dalam aksi kerusuhan, kondisi kesehatan tersangka.
Keputusan penangguhan tersebut tidak menyalahi prosedur hukum yang berlaku. Asep juga membantah bila para keluarga tersangka kesulitan mendapatkan akses untuk bertemu dengan para tersangka.
Hal itu tak lebih karena persoalan waktu saja, karena proses pemeriksaan dan penanganan perkara masih berlanjut. “Keputusan kami memberikan penangguhan penahanan juga sebagai bukti bahwa mereka yang tidak begitu memiliki peran utama dalam kerusuhan bisa bertemu dengan keluarganya,” kata dia.
Tidak berpihak
Selain itu Polri juga membantah tudingan yang disampaikan oleh salah seorang kuasa hukum capres/cawapres 02 Prabowo-Sandiaga Uno, Denny Indrayana di Mahkamah Konsitusi yang menyebutkan Polri tidak netral sejak kampanye hingga penanganan Pemilu.
“Polri tidak berpihak kepada salah satu pasangan calon, kami memiliki kewajiban dalam pengamanan Pemilu saat kampanye hingga pelantikan Presiden dan Wakil Presiden terpilih,” kata Asep.
Dia menjelaskan, kepentingan Polri adalah melaksanakan pengamanan Pemilu hingga berjalan tertib dan lancar sehingga aktivitas masyarakat tetap berjalan normal.
Dalam kesempatan tersebut Ketua Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Bekto Suprapto membenarkan tindakan Polri dalam mengusut kasus kerusuhan yang terjadi 21-22 Mei 2019.
“Tindakan polisi dalam mengungkap kepemilikan senjata ilegal hingga kasus rencana pembunuhan terhadap pejabat negara sudah benar. Tugas polisi adalah menegakan hukum sesuai dengam rambu-rambu yang sudah ada. Rambu-rambu itu adalah undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan Kapolri tentang penyelidikan hingga hal-hal yang menyangkut penegakan hukum,” kata Beko.
Selain itu dalam penanganan perkara tersebut Kompolnas tidak menemukan adanya laporan dari masyarakat terkait pelanggaran etika dalam penyidikan hingga penyelidikan, sehingga belum ada temuan terkait kesalahan prosedur yang dilakukan. Padahal dalam beberapa kasus lainnya, masih tindakan kepolisian yang menyalahi prosedur. Bekto menyebutkan dalam setiap tahunnya tidak lebih ada 4.000-an kasus laporan masyarakat mengenai penanganan perkara yang menyalahi prosedur.
Ia melihat bahwa pihak-pihak yang terjerat hukum oleh pihak kepolisian merupakan orang-orang yang terlibat dalam kerusuhan serta melakukan potensi makar. Sementara orang-orang yang melakukan aksi unjuk rasa tidak ada yang ditangkap.
Komponas nampaknya memberikan dukungan moral kepada Polri dalam melakukan tindakan hukum. “Sebab tidak ada pihak manapun yang kebal terhadap hukum, oleh karenanya Polri tak perlu gentar menghadapinya,” ujarnya.
Sebelum menerima pihak Kompolnas, Menkopolhukam Wiranto menyatakan pemerintah tidak akan membatasi akses media sosial bila tidak terjadi gangguan keamanan nasional. Tindakan pemerintah melakukan pembatasan medsos seperti facebook dan WhatsApp lantaran saat itu adanya potensi hoaks yang disebar melalui aplikasi media sosial.
“Kalau tidak ingin dilemotkan jangan menyebar-nyebarkan hoaks di internet. Karena itu bisa menjadi liar, kemudian terbangun opini publik sehingga sangat mungkin terjadi kekacauan,” kata Wiranto.
Dia menuturkan, di alam demokrasi pemerintah tidak ingin membatasi masyarakat sebagai pengguna media sosial, apalagi mereka yang menjalani bisnis dan aktivitas yang bergantung pada medsos. Pemerintah telah menyampaikan permohonan maafnya. Namun masyarakat juga diminta untuk berpartisipasi dalam menghadapi berbagai berita bohong, terutama hal-hal yang berpotensi menggangu stabilitas keamanan nasional serta memecah belah sesama anak bangsa.
Baca Juga : 5 Dalil Kuasa Hukum Prabowo soal Kecurangan TSM