Ini Sejumlah Perbedaan Permohonan Versi Satu dan Dua Tim Hukum Prabowo-Sandiaga Uno di Sidang MK
Ini Sejumlah Perbedaan Permohonan Versi Satu dan Dua Tim Hukum Prabowo-Sandiaga Uno di Sidang MK

Ini Sejumlah Perbedaan Permohonan Versi Satu dan Dua Tim Hukum Prabowo-Sandiaga Uno di Sidang MK

JAKARTA, (PR).- Terdapat perbedaan permohonan yang diajukan pemohon yakni tim hukum Prabowo-Sandiaga Uno dalam sidang perdana Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden 2019 di Mahkamah Konstitusi, Jumat 14 Juni 2019.

Jika merujuk kepada naskah permohonan pemohon yang diterima Pikiran Rakyat, antara permohonan tanggal 24 Mei 2019 dengan perbaikan permohonan tanggal 10 Juni 2019 yang dibacakan oleh kuasa hukum Prabowo-Sandiaga Uno di MK, terdapat cukup banyak perbaikan yang membedakan.

Jumlah halaman dan poin
Permohonan kedua berjumlah 146 halaman, sementara permohonan pertama hanya terdiri atas 37 halaman.

Petitum atau tuntutan yang dimintakan oleh penggugat kepada hakim untuk dikabulkan juga berbeda. Jika dalam permohonan pertama hanya ada 7 poin, dalam permohonan kedua ada 15 poin.

Muncul angka perolehan suara
Dalam poin 3 permohonan versi kedua misalnya, kubu Prabowo-Sandiaga Uno meminta MK menyatakan perolehan suara yang benar adalah Jokowi-Ma’ruf meraih 63.573.169 suara atau 48 persen dari total 132.223.408 suara. Sementara pasangan Prabowo-Sandiaga Uno unggul 52 persen atau 68.650.239.

Poin itu tidak ditemukan dalam petitum permohonan 24 Juni 2019 yang hanya menyebutkan substansinya pada poin 5 yakni permohonan untuk: “Menetapkan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 2, H. Prabowo Subianto dan H. Sandiaga Salahuddin Uno sebagai presiden dan wakil presiden terpilih periode tahun 2019-2024.”

Bunyi poin 5 itu disertakan juga pada permohonan versi kedua yang disematkan pada poin 6.

Perbedaan daerah
Perbedaan lainnya adalah disebutkannya sejumlah daerah yang harus dilakukan pemungutan suara ulang.

Di poin 12 permohonan versi kedua, kuasa hukum Prabowo-Sandiaga Uno meminta MK memerintahkan KPU melakukan pemungutan suara ulang secara jujur dan adil di sebagian provinsi Indonesia terutama Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, DKI Jakarta, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Papua, dan Kalimantan Tengah.

Dalam permohonan versi pertama, kuasa hukum Prabowo-Sandiaga Uno justru meminta pemungutan suara ulang di seluruh wilayah Indonesia.

TKN menyindir
Menanggapi hal itu, kuasa hukum Jokowi-Ma’ruf, Yusril Ihza Mahendra menyindir bahwa permohonan sengketa yang dibacakan dalam sidang perdana MK bukan hanya perbaikan tetapi jauh berbeda dengan permohonan sebelumnya.

Yusril Ihza Mahendra mengatakan, sebenarnya tim hukum Jokowi-Ma’ruf Amin ingin menginterupsi tim Prabowo-Sandiaga Uno yang membaca naskah perbaikan. Namun dalam persidangan , hakim tidak menerima interupsi yang disampaikan tim hukum Jokowi-Ma’ruf Amin.

“Ini penting untuk kami memberikan tanggapan di sidang selanjutnya. Kalau seperti ini, jadi tidak jelas yang mana yang harus kami tanggapi,” kata Yusril Ihza Mahendra.

Meski demikian, Yusril Ihza Mahendra menghormati keputusan majelis hakim. Dia mengatakan, pihaknya sudah berusaha meluruskan jalannya persidangan dengan merujuk ke PMK. Pendapat kekosongan hukum juga dinilai tidak bisa jadi acuan memperbolehkan perbaikan.

“Kami nyatakan ini bukan soal kekosongan hukum, karena kekosongan hukum sudah diatasi oleh PMK, bahwa kemudian PMK-nya dikesampingkan oleh majelis hakim, kami menghormati, itulah keputusan majelis hakim,” ucapnya.

Tentang terstruktur, sistematis, dan masif
Sebaliknya, tim hukum Prabowo-Sandiaga Uno, Bambang Widjojanto mengapresiasi MK yang menggunakan perbaikan permohonan gugatan Pilpres sebagai rujukan sidang.

Selain itu, majelis hakim juga mempersilakan para pihak termohon dan pihak terkait bila memang punya pendapat lain agar dituliskan dalam jawabannya. Bambang Widjojanto juga mengaku berhasil atas permohonan gugatan Pilpres yang dibacakan di persidangan.

“Kami mengombinasikan antara argumen kualitatif dan argumen kuantitatif dalam permohonan,” kata Bambang Widjojanto.

Argumen kualitatif yang dimaksud Bambang Widjojanto adalah dugaan kecurangan yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).

Bambang Widjojanto menduga kecurangan TSM melanggar prinsip konstitusi Pasal 22E ayat 1 persyaratan pemilihan umum yang Luber dan Jurdil. Kecurangan secara TSM inilah yang menyebabkan kecurangan kuantitas terjadi.

“Kami juga menyuguhkan informasi kalau MK ingin menguji proses persidangan ini sudah saatnya tidak sekedar menyandingkan C1 saja tapi C1 dan hasil situng dan menggunakan teknologi informasi. Karena berbagai kecurangan yang ada di C1 plano yang dikonversi menjadi C1 itu sebagiannya bisa dilacak dari C1 yang di-upload Situng,” kata dia.

Baca Juga : Ratna Sarumpaet Hadirkan Tiga Saksi Meringankan

Silahkan tinggalkan komentar tapi jangan gunakan kata-kata kasar. Kita bebas berpendapat dan tetap gunakan etika sopan santun.

TERPOPULER

TERFAVORIT

Dikukuhkan Jadi Ketua Dewan Pembina KAI, Bamsoet : Pekerjaan Rumah Kita Banyak untuk Sektor Penegakan Hukum
September 27, 2024
Lantik Pengurus, Ketua Presidium DPP KAI: Kita Wujudkan AdvoKAI yang Cadas, Cerdas, Berkelas
September 27, 2024
Dihadiri Ketua Dewan Pembina Sekaligus Ketua MPR RI, Pengurus DPP KAI 2024-2029 Resmi Dikukuhkan
September 27, 2024
Audiensi Presidium DPP KAI – Menkum HAM RI: Kita Mitra Kerja!
September 7, 2024
Diangkat Kembali Ketua Dewan Pembina Kongres Advokat Indonesia (KAI), Ketua MPR RI Bamsoet Dukung Pembentukan Dewan Advokat Nasional
July 25, 2024