Indonesiainside.id, Jakarta — Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menilai pembatasan media sosial oleh pemerintag tidak tepat. Mereka menyatakan pemerintah merilis kebijakan yang sangat tidak diperlukan.
Direktur Eksekutif ICJR, Anggara mengatakan, pembatasan ini bertentangan dengan hak berkomunikasi dan memperoleh informasi serta kebebasan berekspresi. Pembatasan yang dilakukan terhadap media sosial dan aplikasi messaging telah menghambat komunikasi masyarakat.
Dia menjelaskan, hak berkomunikasi dan memperoleh informasi dilindungi dalam Pasal 28F UUD 1945. Publik berhak mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
Merujuk pasal 4 Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR) yang telah diratifikasi melalui UU No 12 Tahun 2005 memberikan kewenangan negara melakukan pembatasan hak asasi dalam situasi darurat. Sementara, Presiden sendiri tidak mengeluarkan Kepres bahwa negara sedang genting.
Anggra menambahkan, tindakan pembatasan HAM harus ditentukan batasan dan ukurannya agar tidak disalahgunakan. Tindakan pembatasan akses media sosial dan aplikasi pesan secara langsung tanpa pengumuman sebelumnya adalah tidak tepat.
“Apabila suatu keadaan tidak termasuk keadaan darurat namun pemerintah merasa perlu untuk menetapkan suatu kejadian tertentu yang menyebabkan pembatasan HAM, maka tindakan tersebut seharusnya merupakan tindakan hukum,” tuturnya, Kamis (23/5).
Tindakan itu hrus diumumkan oleh pejabat hukum tertinggi di Indonesia, yaitu Jaksa Agung. “Sehingga kebijakan yang diambil pemerintah merupakan kebijakan hukum dan bukan kebijakan politis.”
Baca Juga : Lee Min Ho Gugat Hukum Komentar Jahat Netizen