REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengidentifikasi sejumlah aset bermasalah di Provinsi Papua. Nilainya cukup fantastis hingga ratusan miliar rupiah.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan dari hasil evaluasi sampai dengan akhir Desember 2018 menunjukkan bahwa komitmen sebagian besar kepala daerah masih belum cukup kuat. Nilai rata-rata monitoring centre for prevention (MCP) Provinsi Papua tahun 2018 adalah 25 persen dari skala 0 persen sampai 100 persen, artinya nyaris berada di kategori merah.
“Program pencegahan korupsi terintegrasi di Provinsi Papua meliputi 8 sektor yaitu: Perencanaan dan penganggaran APBD, Pengadaan Barang dan jasa, Pelayanan terpadu satu pintu, Kapabilitas APIP, Dana Desa, Manajemen ASN, Optimalisasi Pendapatan Daerah, dan Manajemen Aset Daerah,” kata Febri dalam pesan singkatnya, Senin (20/5).
Dari 8 sektor program tersebut, fokus KPK kali ini terutama terkait pembenahan dan penertiban aset daerah serta optimalisasi pendapatan daerah, pencegahan korupsi dalam proses perencanaan dan penganggaran APBD, pengadaan barang dan jasa (PBJ), serta penguatan kapasitas pengawasan oleh APIP (inspektorat).
Untuk pengelolaan aset, sebagaimana dilakukan di sejumlah daerah, KPK juga lakukan pendampingan penyelamatan aset daerah. KPK mengidentifikasi persoalan pada pengelolaan aset daerah. Hal ini hampir selalu menjadi temuan berulang serta rekomendasi penting dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI.
Dari data yang masuk sementara, diidentifikasi aset yang bermasalah atau dalam penguasaan pihak ketiga, antara lain di Pemkot Jayapura terdapat 71 kendaraan dinas yang dikuasai oleh pihak ketiga; 158 tanah berupa tanah jalan, tanah jaringan/saluran, tanah dan bangunan yang belum bersertifikat dan 7 aset bermasalah berupa gedung perkantoran, pasar, sekolah, rumah sakit/puskesmas dan tanah jalan.
Kemudian di Provinsi Papua, aset bermasalah yang dalam sengketa dengan pihak lain, di antaranya berupa: tanah berlokasi di Prov Papua sekurangnya senilai Rp111 miliar; hotel berlokasi di Prov Papua senilai Rp96,5 miliar dan tanah berlokasi di Jakarta senilai sekitar Rp107 miliar.
“KPK juga berupaya menggenjot optimalisasi pendapatan daerah, di antaranya dengan implementasi tax online di beberapa pemda yang telah siap serta optimalisasi sumber pendapatan lain yang sustainable,” kata dia.
Fokus KPK lainnya di Provinsi Papua adalah mendorong penjatuhan sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) terhadap PNS yang telah dijatuhi hukuman berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau yang terkait dengan jabatan.
Berdasarkan data yang ada, hanya 12 pemda yang telah menyampaikan pelaksanaan penjatuhan sanksi tersebut. Hal ini dilakukan sebagai tindak lanjut atas Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Dalam Negeri, Menteri PAN-RB, dan Kepala BKN. Sedangkan, terkait kepatuhan LHKPN KPK terus mendorong peningkatan kepatuhan. Berikut ini tingkat kepatuhan LHKPN eksekutif dan legislative di Provinsi Papua.
Baca Juga : Ikut Google, Intel dan Qualcomm Juga ‘Hukum’ Huawei