indopos.co.id – Pembahasan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) sepertinya bakal segera kelar. Anggota Komisi III DPR Taufiqulhadi mengatakan, DPR bersama pemerintah telah menyelesaikan 99 persen RUU KUHP dan telah siap disahkan menjadi undang-undang.
“Kalau sekarang pimpinan DPR katakan ‘tolong ketok’, maka kita sudah bisa mengetoknya. Kenapa? karena sebenarnya itu (RUU KUHP, Red) sudah selesai, mungkin sekitar empat atau lima bulan yang lalu,” ujar Taufiqulhadi kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Rabu (24/4/2019).
Namun, menurut politikus Partai Nasdem itu, memang sampai saat ini masih juga belum dibawa ke paripurna DPR, karena masih menyelesaikan beberapa pembahasan. “Kita menunggu sebuah situasi, karena ada tarik-menarik. KPK masih keberatan disahkan UU ini karena menganggap sebetulnya Tipikor itu dan UU khusus lainnya ditarik keluar. Tapi, DPR menganggap bahwa ini adalah konstitusi pidana tidak bisa ditarik keluar,” paparnya.
Dia menyebutkan, DPR dan pemerintah mencita-citakan UU KUHP ini dapat berlaku efektif dalam jangka waktu yang panjang, dan mengharapkan tindak pidana korupsi tidak ada lagi di Indonesia.
“Kita tidak pernah berpikir bahwa KUHP ini digunakan untuk 1-2 tahun, tetapi digunakan ratusan tahun, kalau perlu ribuan tahun. Dan kita tidak pernah berpikir bahwa korupsi itu akan selamanya seperti sekarang ini. Mungkin saja setelah 25 tahun dari sekarang ini, korupsi tidak ada di Indonesia. Kalau sekarang dianggap kejahatan luar biasa,” jelasnya.
Menurut Taufiq, UU yang mengatur tindak pidana korupsi ini tetap di dalam KUHP, itulah yang menjadi persoalan. Itu agar tidak menambah kisruh persoalan-persoalan politik lainnya dalam konteks korupsi. Ini akan menjadi lebih jelas tentang kebijakan politik tentang pemberantasan korupsi di Indonesia.
Wakil Ketua KPK Laode M Syarif juga menyebutkan, RUU KUHP sudah dapat dibawa dalam pembahasan tingkat II rapat paripurna untuk disahkan menjadi undang-undang.
“Final itu tinggal dibicarakan dalam paripurna, saya pikir sudah bisa diselesaikan. Tim pemerintah juga sudah sepakat bahwa delik-delik tindak pidana korupsi itu tidak masuk dalam KUHP. Hanya paling ada satu pasal yang menghubungkan KUHP dengan Undang Undang Tipikor, yang mengatakan delik-delik yang berhubungan dengan tindak pidana korupsi diatur secara khusus dalam UU Tipikor. Dan itu sudah disepakati dengan pemerintah,” tuturnya.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Kementerian Sosial, Hartono Laras juga meyakini RUU Pekerja Sosial (Peksos) akan selesai dibahas September tahun ini. Daftar Isian Masalah (DIM) terkait redaksional sudah diinventarisir bersama DPR.
“Dari hasil pencermatan, terdapat sebanyak 343 DIM. DIM yang terkait dengan redaksional sudah kita cermati, tinggal kita fokus pada DIM terkait substansi. Ini akan dibahas pada rapat panja bulan Mei nanti. Kami optimistis akan selesai pada September 2019,” ujar Hartono di Kompleks Parlemen, Senayan.
Dia menyatakan, pemerintah sudah siap melanjutkan pembahasan RUU Peksos dengan Panitia Kerja (Panja) DPR dalam waktu dekat.
Selanjutnya, Hartono menyatakan, sejumlah DIM dalam RUU Peksos sebagaimana disebut di atas sudah disampaikan Kementerian Sosial selaku wakil pemerintah kepada DPR. Pemerintah juga sudah membentuk Panja dimana ketua Panja pemerintah terkait RUU Peksos adalah Sekjen Kemensos.
“Panja yang dibentuk pemerintah siap melakukan pembahasan RUU dengan DPR dalam waktu dekat ini,” kata Hartono.
Menurut Hartono, dengan adanya aturan ini diharapkan juga meningkatkan kualitas layanan pekerja sosial yang pada gilirannya akan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. “Ya, diharapkan juga pada akhirnya masyarakat makin terbantu dalam usahanya mencapai kesejahteraan,” imbuhnya.
Baca Juga : Gugatan Bank DKI ke BJB Mulai Masuk Tahap Persidangan di PN Jakpus