MK Tolak Uji Materi UU Pemilu Terkait Pendampingan Advokat
MK Tolak Uji Materi UU Pemilu Terkait Pendampingan Advokat

MK Tolak Uji Materi UU Pemilu Terkait Pendampingan Advokat

Jakarta, CNN Indonesia — Mahkamah Konstitusi (MK) dalam amar putusannya menyatakan menolak permohonan pengujian Pasal 458 ayat (6) UU 7/2017 (UU Pemilu) terkait pendampingan advokat untuk penyelenggara pemilu yang digugat atau menjadi terlapor.

“Amar putusan mengadili, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua Majelis Hakim Konstitusi Anwar Usman ketika membacakan amar putusan Mahkamah di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Senin (15/4), seperti dikutip dari Antara.

Adapun pemohon dari perkara ini adalah advokat bernama Petrus Bala Pattayona yang merasa pasal yang diuji tersebut menyebabkan dia tidak dapat menjalankan pekerjaan, kehilangan hak untuk mendapat imbalan atau pekerjaan dan kepastian hukum dalam menjalankan hak dan kewajiban pemohon sebagai kuasa hukum.

Melalui permohonannya, diketahui bahwa bantuan hukum Petrus ditolak saat mendampingi klien dalam persidangan di Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

Kendati demikian Mahkamah menilai permohonan tersebut tidak beralasan menurut hukum, karena norma Pasal 458 ayat (6) UU Pemilu sesungguhnya bukan ditujukan kepada subjek di luar penyelenggara pemilu.

Artinya, keharusan untuk datang sendiri dalam proses pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik dibebankan kepada penyelenggara pemilu yang diadukan.

“Dengan demikian, bilamana diletakkan dalam logika memberikan kuasa atau dapat menguasakan kepada orang lain termasuk advokat maka hal demikian akan memberikan hak dan kewenangan (authority) kepada penerima kuasa, bertindak untuk dan atas nama pemberi kuasa,” ujar hakim konstitusi membacakan pertimbangan Mahkamah.

Berdasarkan uraian pertimbangan hukum tersebut menurut Mahkamah menjadi tidak tepat apabila terlapor dapat memberikan kuasa kepada kuasa hukum termasuk dalam hal ini advokat.

Sebab hubungan hukum pemberian kuasa dan yang menerima kuasa hanya terjadi dalam hukum privat yaitu hubungan hukum antar pribadi atau individu dalam hal terjadi sengketa kepentingan maupun hak.

Sementara sengketa Pemilu dinilai Mahkamah sudah memasuki ranah publik karena terkait dengan kepentingan umum dan perbuatan yang diduga dilanggar oleh penyelenggara pemilu sudah berdampak pada kepentingan orang banyak (umum) sehingga memasuki ranah hukum publik.

Lihat juga: KPU Takut Dicap Pembangkang Konstitusi Bila Loloskan OSO
Lebih lanjut Mahkamah menjelaskan jikalau seorang anggota penyelenggara pemilu melakukan dugaan pelanggaran kode etik maka ia diproses secara internal melalui institusi penegak kode etik penyelenggara pemilu dalam hal ini adalah DKPP.

“Sebagai sebuah proses internal, setiap penyelenggara pemilu dibebani kewajiban untuk datang sendiri dan tidak dibenarkan untuk memberi kuasa kepada pihak lain untuk mewakilinya kecuali terbatas hanya untuk mendampingi,” ujar hakim konstitusi.

Baca Juga : Terkabul! Nikita Willy Raih Gelar Sarjana Hukum

Silahkan tinggalkan komentar tapi jangan gunakan kata-kata kasar. Kita bebas berpendapat dan tetap gunakan etika sopan santun.

TERPOPULER

TERFAVORIT

Dikukuhkan Jadi Ketua Dewan Pembina KAI, Bamsoet : Pekerjaan Rumah Kita Banyak untuk Sektor Penegakan Hukum
September 27, 2024
Lantik Pengurus, Ketua Presidium DPP KAI: Kita Wujudkan AdvoKAI yang Cadas, Cerdas, Berkelas
September 27, 2024
Dihadiri Ketua Dewan Pembina Sekaligus Ketua MPR RI, Pengurus DPP KAI 2024-2029 Resmi Dikukuhkan
September 27, 2024
Audiensi Presidium DPP KAI – Menkum HAM RI: Kita Mitra Kerja!
September 7, 2024
Diangkat Kembali Ketua Dewan Pembina Kongres Advokat Indonesia (KAI), Ketua MPR RI Bamsoet Dukung Pembentukan Dewan Advokat Nasional
July 25, 2024