REPUBLIKA.CO.ID, CANBERRA — Parlemen Australia mengesahkakn rancangan undang-undang (RUU) menindak video kekerasan di media sosial, Kamis (4/4) waktu setempat. Hal ini tetap dilakukan meskipun terdapat reaksi keras dari industri teknologi, perusahaan media, dan pakar hukum. Dalam aturan tersebut, pimpinan perusahaan media sosial bisa dihukum jika konten kekerasan tetap tampil di platform mereka.
Oposisi Buruh bergabung dengan Koalisi Liberal-Nasional yang berkuasa mengesahkan undang-undang. Oposisi dan koalisi dan memeringatkan RUU tidak akan memungkinkan penuntutan eksekutif media sosial seperti yang dijanjikan pemerintah. Platform teknologi menyatakan keprihatinannya hal itu dapat mengkriminalkan individu di perusahaan jika kegagalan menghapus materi kekerasan.
Jaksa Agung Christian Porter mengatakan RUU disusun setelah serangan teroris di Christchurch. Saat itu, pelaku penembakan diduga meunggah video serangan yang dilakukannya sendiri sehingga menyebar luas di media sosial dengan lebih cepat daripada video yang bisa dihapus.
Porter menegaskan, Facebook dan Twitter tidak dilarang memutar rekaman pembunuhan dengan cara yang sama stasiun televisi komersial tidak akan menunjukkannya. “Ada platform seperti Youtube, Twitter, dan Facebook yang tampaknya tidak memikul tanggung jawab untuk tidak menunjukkan materi kekerasan dengan serius,” katanya kepada wartawan di Canberra seperti dikutip The Guardian, Kamis (4/4).
Pembagian RUU Tentang Kekerasan ini mencatat pelanggaran baru bagi penyedia layanan konten dan layanan hosting yang gagal menginformasikan polisi federal Australia dalam penghapusan video yang menggambarkan tindakan kekerasan yang parah. Perilaku itu didefinisikan sebagai video yang menggambarkan aksi teroris, pembunuhan, percobaan pembunuhan, penyiksaan, pemerkosaan, atau penculikan.
RUU tersebut menciptakan rezim bagi Komisaris eSafety untuk dengan keras menginformasikan kepada perusahaan media sosial agar sadar apabila perusahaanya menampung materi yang sangat kejam, sehingga memicu kewajiban untuk menjatuhkannya. Porter mengatakan, kerangka waktu yang masuk akal dan cepat akan tergantung pada keadaan dan tergantung pada juri untuk memutuskan.
Baca Juga : Meski Ramai Dikecam, Hukum Syariah Brunei Berlaku Hari Ini