TEMPO.CO, Jakarta – Koalisi Masyarakat Sipil Selamatkan Mahkamah Konstitusi (MK) mengkritik penundaan penetapan hakim MK yang diseleksi Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat. Salah satu perwakilan Koalisi, Arif Maulana menilai penundaan itu tak sesuai dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas seperti yang diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Mahkamah Konstitusi.
Arif mengatakan penundaan itu juga membuka peluang terjadinya lobi-lobi politik. Tidak transparan, tidak sesuai dengan prinsip pemilihan yang diatur UU MK. “Ini berbahaya kalau yang terpilih nanti berdasarkan lobi-lobi politik,” kata Arif kepada Tempo, Ahad malam, 10 Februari 2019.
DPR sempat menyatakan bakal memilih dua hakim MK pada Kamis malam, 7 Februari 2019 setelah uji kelayakan dan dilanjutkan rapat pleno. Tersiar pula pengumuman diundur menjadi Selasa, 12 Februari. Nyatanya, Wakil Ketua Komisi Hukum DPR Trimedya Panjaitan mengatakan penetapan dua hakim baru akan dilakukan setelah reses nanti, yakni sekitar 12 Maret.
Arif mengatakan Koalisi sudah menemukan banyak catatan dalam seleksi calon hakim MK kali ini. Mulai dari proses yang berlangsung singkat, rekam jejak para calon, hingga minimnya pelibatan publik. Menurut Arif, kalaupun mau diundur seharusnya bukan penetapannya saja, melainkan seluruh proses. “Ini hanya mundur proses penentuan, ada apa?” ujar Arif yang juga Direktur Eksekutif Lembaga Bantuan Hukum Jakarta ini.
Dua calon hakim MK itu akan menggantikan hakim Aswanto dan Wahiduddin Adams. Masa jabatan keduanya akan berakhir pada 21 Maret. Namun, Aswanto dan Wahiduddin pun ikut dalam seleksi hakim MK yang digelar DPR.
Selain keduanya, sembilan calon hakim konstitusi lainnya ialah Hesti Armiwulan Sochmawardiah, Aidul Fitriacida, Bahrul Ilmi Yakup, Galang Asmara, Refly Harun. Kemudian Ichsan Anwary, Askari Razak, Umbu Rauta, dan Sugianto.
Menurut Arif, MK ke depan memerlukan hakim yang memiliki kompetensi mumpuni mengenai pemilihan umum dan hak asasi manusia (HAM). Mengingat, 17 April nanti merupakan Pemilihan Umum. “Terbanyak ternyata kasus-kasus yang ditangani MK berkaitan dengan sengketa peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan isu-isu HAM.”
Koalisi Masyarakat Sipil Selamatkan Mahkamah Konstitusi menemukan pelbagai catatan terkait para kandidat hakim MK itu. Direktur Indonesian Legal Roundtable Erwin Natosmal Oemar sebelumnya mengatakan setidaknya ada 26 temuan koalisi dari rekam jejak para kandidat.
Temuan di antaranya terkait lima calon yang belum pernah menyerahkan Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN), afiliasi dengan partai politik, dan masih menduduki jabatan publik sebagai hakim. Ada pula seorang hakim yang dipertanyakan perspektifnya mengenai HAM. Namun, Erwin belum merinci temuan lainnya beserta nama-nama yang dimaksud.
Baca Juga : Wisma Fits Ditutup, Pengelola Adukan Dirut RSAB Harapan Kita Ke Menkes