INDOPOS.CO.ID – Status pembebasan bersyarat narapidana terorisme Ustad Abu Bakar Ba’asyir terus menuai polemik. Pada pertengahan 2018 lalu, kesempatan pembebasan bersyarat juga diberikan oleh pemerintah karena hak dari setiap narapidana yang memenuhi syarat.
Namun demikian, isu ini ramai jadi perbincangan masyarakat Indonesia dan sikap Negara lain. Sebab, awal 2019 merupakan tahun politik di Indonesia yang tentu saja berpotensi menjadi bahan bagi para politikus mendulang perhatian. Hak bebas bersyarat pimpinan Pondok Pesantren Al Mukmin, Ngruki, Sukoharjo, Jawa Tengah itu dikabarkan oleh Penasehat Hukum Pasangan Calon Presiden dan Cawapres nomor urut 01, Yusril Ihza Mahendra, yang telah “sowan” ke Lapas Gunung Sindur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat menemui Ba’asyir.
Sebelum debat Pilpres perdana dilakukan, tepatnya Rabu (16/1/2019), Presiden Joko Widodo pun mendapatkan keterangan dari Yusril mengenai pertemuannya dengan Ba’asyir di lapas tersebut. Dalam laporannya, Yusril menyampaikan keadaan Ba’asyir yang semakin uzur di balik jeruji besi. Namun demikian, Ba’asyir tetap enggan menandatangani kesetiaan kepada NKRI, maupun Pancasila.
Berdasarkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 03 Tahun 2018, pembebasan bersyarat adalah salah satu program pembinaan untuk mengintegrasikan narapidana ke dalam kehidupan masyarakat setelah memenuhi syarat yang ditentukan. Syarat yang perlu dipenuhi oleh narapidana untuk mendapatkan pembebasan bersyarat, yakni telah menjalani masa pidana paling singkat 2/3 masa pidana minimal sembilan bulan, berkelakuan baik, mengikuti program pembinaan dengan baik, dan masyarakat dapat menerima program kegiatan pembinaan narapidana.
Selain itu, bagi narapidana yang melakukan tindak pidana terorisme juga harus memenuhi beberapa syarat, salah satunya kesetiaan kepada NKRI yang dibuktikan secara tertulis. Ba’asyir yang enggan menandatangani pernyataan setia kepada NKRI, membuat tidak terpenuhinya syarat-syarat pembebasan bersyarat tersebut. Menurut Yusril, saat itu Jokowi menyampaikan untuk meringankan syarat pembebasannya.
”Ya yang pertama memang alasan kemanusiaan. Artinya, beliau kan sudah sepuh, ya pertimbangannya kemanusiaan,” ujar Jokowi pada Jumat (18/1/2019) di Garut, Jawa Barat.
Selain usia, kondisi kesehatan Ba’asyir juga menjadi perhatian pemerintah. Kendati demikian, Presiden menegaskan prosesnya tetap melalui jalur hukum yang berlaku sesuai undang-undang. Tentunya ada mekanisme hukum yang harus dilalui. Sebab hal ini merupakan pembebasan bersyarat, bukan pembebasan murni.
”Pembebasan bersyarat. Nah syaratnya harus dipenuhi, kalau nggak, kan saya gak mungkin menabrak. Contoh, setia kepada NKRI, setia kepada Pancasila. Itu ‘basic’ sekali itu. Sangat prinsip sekali,” jelas Presiden pada Selasa (22/1/2019).
Hak pembebasan bersyarat bagi Ba’asyir ternyata menjadi sorotan dunia internasional. Terdapat negara asing yang “mengamati” hal tersebut antara lain Australia dan Malaysia. Perdana Menteri Australia Scott Morrison akan menyampaikan kekecewaan jika Ba’asyir dibebaskan. Dia menilai Ba’asyir masih dapat menyebarkan doktrin kebencian.
Morrison juga meminta, Indonesia menghargai para korban bom Bali 2002 dengan tidak membebaskan Ba’asyir. Sementara itu, Malaysia melalui Polis Diraja Malaysia juga berencana memantau kegiatan Ba’asyir.
“Divisi Kontra Terorisme Bukit Aman juga akan memantau Ba’asyir jika dia dilepaskan,” tuturnya.
Ketua Polis Diraja Malaysia, Inspektur Jenderal Tan Sri Mohamad Fuzi Harun menyampaikan hal itu untuk memastikan Ba’asyir tidak lagi terlibat dalam proses pengkaderan tindak terorisme yang juga mengaitkan Jama’ah Islamiyah (JI). “Malaysia juga menghadapi ancaman teror dari Jamaah Islamiyah,” singkatnya.
Namun Tenaga Ahli Utama Kedeputian IV Bidang Komunikasi Politik dan Diseminasi Informasi Kantor Staf Presiden, Ali Mochtar Ngabalin menjelaskan, urusan hak pembebasan bersyarat Ba’asyir adalah urusan hukum Indonesia, Negara asing tak boleh ikut campur tangan. “Enggak ada cerita, ini urusan Indonesia kok,” tegas Ngabalin pada Selasa (22/1/2019).
Sementara itu, Menko Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto telah memerintahkan sejumlah pejabat terkait persoalan hukum pembebasan bersyarat Ba’asyir. Persoalan hukum perlu dikaji lebih komprehensif mengenai kondisi keengganan setia kepada NKRI. Selain itu, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menegaskan jika Ba’asyir tidak memenuhi syarat tersebut, dia tidak akan diberikan bebas bersyarat.
“Enggak perlu pakai tunggu-tunggu. Kalau enggak memenuhi syarat, ya enggak dikeluarkan,” tegas Yasonna.
Namun demikian, pemerintah tetap memberikan hak untuk mendapatkan pemeriksaan kesehatan kepada Ba’asyir di RSCM, Jakarta. Ketua Pembina Tim Pembela Muslim Muhammad Mahendradatta mengatakan, Ba’asyir dirujuk ke RSCM oleh dokter yang menanganinya di Lapas Gunung Sindur. Menurut dia, Ba’asyir tidak mengetahui polemik batalnya pembebasan bersyarat bagi dirinya.
“Ustad juga tidak banyak memikirkan masalah gonjang-ganjing ini,” demikian Mahendradatta.
Baca Juga : Kontrak Hukum Tawarkan Jasa Layanan Hukum Untuk Startup Dan UKM